Di dunia penerbangan, terdapat berbagai istilah. Salah satunya pesawat white tail atau white tail aircraft. Insan dirgantara biasanya akan bertemu istilah ini saat mengecek status manufacturer order dan delivery books. Keberadaan pesawat whitetail bisa dibilang menjadi alarm tanda bahaya. Jadi, apa sebetulnya pesawat white tail?
Baca juga: Pesawat Whitetail Airbus Habis, Pertanda Apa?
Dilansir Airlines.net, pesawat whitetail adalah pesawat yang diproduksi tanpa ada pembelinya. Karena tidak ada pemiliknya atau belum ada yang beli, pesawat tidak memiliki livery alias berwarna putih sebagai warna dasar dari pesawat itu sendiri.
Ada beberapa alasan mengapa maskapai memproduksi pesawat whitetail, mulai dari ingin mempertahankan tingkat produksi, pembatalan pesanan oleh maskapai saat pesawat yang dipesan sudah masuk ke jalur produksi, sampai memiliki cadangan pesawat untuk antisipasi lonjakan permintaan pesawat mengingat produksi pesawat prosesnya sangat panjang dan lama.
Dengan adanya pesawat whitetail, andai ada maskapai yang meminta banyak pesawat dalam waktu cepat, pesawat whitetail hanya perlu dipakaikan livery maskapai dan sedikit modifikasi menyesuaikan konfigurasi kabin yang diinginkan pembeli.
Keberadaan pesawat whitetail bisa dibilang menjadi alarm tanda bahaya. Bagaimana tidak, pesawat yang sudah diproduksi belum jelas siapa pemiliknya alias nganggur di pabrik (belum terjual). Semakin banyak pesawat whitetail, berarti semakin berat beban perusahaan. Cost produksi terus keluar namun sedikitpun pemasukan dari penjualan pesawat tidak ada.
Tetapi, itu bisa saja sebaliknya. Andai manufaktur pesawat tidak mempunyai pesawat whitetail karena jumlah produksi menurun (apalagi sampai tidak memproduksi pesawat sama sekali), itu juga berarti alarm tanda bahaya bagi bisnis manufaktur tersebut.
Airbus diketahui memang selalu memproduksi pesawat whitetail. Itu dilakukan untuk menjaga supply chain serta jalur perakitan agar tetap berjalan dan mengejar target produksi bulanan. Selain itu pesawat whitetail ada juga karena pembatalan dari pihak pembeli.
Dibanding Boeing, yang bisa dibilang hampir tak pernah memiliki pesawat whitetail, begitu juga dengan Douglas yang sepanjang berdirinya perusahaan hanya pernah memproduksi MD-80 dan MD-11 tanpa pesanan, Airbus sering atau bisa dibilang selalu memproduksi pesawat whitetail.
Sejak tipe pesawat pertama Airbus, A300B2/4, diproduksi, perusahaan diketahui sudah lazim memiliki pesawat whitetail. Bahkan Airbus pernah mempunyai pesawat whitetail A320, A330, dan A340 dalam jumlah besar, membuatnya menumpuk di pabrik.
Baca juga: Backlog A320neo Buat Airbus Selamat dari Krisis Imbas Wabah Corona
Akan tetapi, larangan terbang Boeing 737 MAX selama kurang lebih dua tahun memaksa Boeing mau tak mau mempunyai pesawat white tail. Menurut Reuters, raksasa manufaktur pesawat asal Amerika Serikat itu sedikitnya mempunyai 200 pesawat white tail akibat pembatalan besar-besaran dari maskapai.
Usai 737 MAX diizinkan terbang kembali, Boeing berupaya mencari pembeli lain. Seiring waktu, satu per satu pesawat white tail itu mulai berkurang meskipun totalnya masih tergolong banyak.