Bandara Internasional Pyongyang diduga kuat oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) terhubung dengan sebuah fasilitas baru program rudal balistik antar-benua Korea Utara. Lembaga think-tank yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS),tersebut mendasari dugaan itu lewat sebuah citra satelit komersial yang diungkap baru-baru ini.
Baca juga: Terganjal Sanksi Nuklir, Korea Utara Kesulitan Membeli Pesawat Baru untuk Air Koryo
Dikutip dari straitstimes.com, CSIS belum lama ini melaporkan temuan citra satelit yang menunjukkan adanya fasilitas nuklir bawah tanah yang terhubung dengan Bandara Internasional Pyongyang. Tak hanya itu, menurut para ahli, dilihat dari struktur dan aktivitasnya, besar kemungkinan, rudal balistik antar-benua (ICBM) terbesar di Korea Utara itu mampu menjangkau bagian manapun di AS.
Dalam laporan CSIS yang dirilis pada awal Mei lalu, fasilitas yang telah dibangun sejak 2016 ini juga memiliki sejumlah fitur penting, seperti stasiun kereta api tertutup yang sangat besar dan bangunan-bangunan yang seluruhnya dihubungkan oleh akses drive-through untuk memudahkan aktivitas di sana, termasuk juga terhubung dengan bandara komersial. Menariknya, fasilitas ini juga relatif dekat dengan pabrik komponen rudal balistik lainnya di wilayah Pyongyang.
“Secara keseluruhan, karakteristik ini menunjukkan bahwa fasilitas ini kemungkinan dirancang untuk mendukung operasi rudal balistik,” begitu salah satu bunyi di laporan tersebut, yang juga tertulis sebagai sebuah Fasilitas Pendukung Rudal Balistik Sil-li.
“Fasilitas itu telah dibangun di sebelah fasilitas bawah tanah yang ukurannya kemungkinan juga cukup besar untuk dengan mudah mengakomodasi semua rudal balistik Korea Utara yang terdeteksi, peluncur, serta kendaraan pendukungnya,” bunyi lainnya di laporan tersebut.
Terlepas dari pro-kontra terkait kepakatan nuklir internasional, sebagai sebuah bandara komersial, keterkaitan langsung Bandara Internasional Pyongyang dengan fasilitas nuklir terbesar di Korea Utara tentu menjadi menarik.
Betapa tidak, bila bandara-bandara komersial pada umumnya dijauhkan dengan aktivitas militer, bandara di negeri Komunis itu justru terhubung langsung dengan militer. Tak heran bila pada tahun 2017 lalu, bandara yang dibangun pasca perang dunia II ini digunakan untuk menembakkan rudal Hwasong-12. Kala itu, rudal berhasil menempuh jarak 3.700 kilometer (2.300 mil) dan ketinggian maksimum 770 kilometer (480 mil).
Baca juga: Air Koryo, Flag Carrier Korea Utara dengan Predikat Bintang 1 Versi Skytrax
Walaupun berstatus sebagai bandara internasional, bukan berarti bandara ini sibuk dengan aktivitas penerbangan antar negara. Justru sebaliknya, tergolong minim penerbangan internasional. Tercatat, hanya ada dua tujuan internasional di sini, Cina dan Rusia, yang juga dioperasikan oleh dua maskapai, Air China dan Air Koryo dengan frekuensi tiga kali dalam sepekan.
Selain itu, era industri penerbangan yang baru menggeliat belakangan ini juga membuat bandara yang terletak di distrik Sunan, Pyongyang, Korea Utara tersebut juga baru memiliki terminal penumpang sejak 2015 lalu. Adapun terminal kedua menyusul setahun kemudian. Meski demikian, fasilitas di bandara yang hanya memiliki satu landasan pacu aktif ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas, layaknya bandara pada umumnya, seperti lounge mewah, F&B, Wi-Fi gratis, hingga jaringan kereta listrik Korea Utara yang terhubung dengan terminal dua bandara.