Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump berselisih paham dengan Gubernur California Gavin Newsom atas pendanaan untuk kereta berkecepatan tinggi yang telah direncanakan negara bagian, di sisi lain, Cina malah semakin memperluas jaringan rel berkecepatan tinggi – mungkin bisa dibilang yang terpanjang di dunia.
Ya, Negara Adikuasa tersebut beserta Cina pernah mengumumkan rencana ambisius untuk mendanai proyek kereta api berkecepatan tinggi seperti yang pernah dibayangkan oleh pendahulu Donald Trump, Barrack Obama.
Baca Juga: Mercitalia Fast, Kereta Kargo Berkecepatan Tinggi Asal Negeri Pizza
Seperti yang dikutip KabarPenumpang.com dari laman yahoo.com (22/2/2019), adapun negara-negara bagian yang dipilih untuk dialirkan dana proyek kereta api berkecepatan tinggi termasuk Wisconsin, Ohio dan Florida. Ketiga contoh negara bagian ini menolak uang federal karena mereka melihat sedikit manfaat untuk memulai proyek ambisius semacam ini. Adapun satu negara yang dianggap bakalan menjadi suksesor dari proyek kereta cepat ini adalah California, dimana negara bagian ini memiliki populasi 40 juta orang dengan total pendapatan sekira US$2,5 triliun.
Dengan dukungan dari mantan Gubernur Jerry Brown, California mulai membangun rel berkecepatan tinggi pertama pada 2015 – digadang-gadang mampu menembus kecepatan 160 mph atau yang setara dengan 257,5 km per jam. Namun karena satu dua hal, rencana pembangunan jaringan kereta cepat ini terpaksa meruntuhkan asa sebagian orang yang mengharapkan kehadirannya.
Kondisi ini jelas berbanding terbalik dengan di Negeri Tirai Bambu. Dengan kepadatan populasi yang lebih tinggi dan tingkat kepemilikan mobil yang lebih rendah per orang, tidak mengherankan jika Beijing menunjukkan antusiasme yang lebih besar dalam membangun kereta api berkecepatan tinggi. Bagi sebagian orang di Tiongkok, ini juga menggambarkan keunggulan institusional yang dimiliki Tiongkok atas AS.
Di bawah sistem satu partai, pemerintah Cina mendukung proyek kereta api dengan berinvestasi dalam inovasi teknologi dan infrastruktur, yang juga dapat mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Cina juga telah berkembang dari pembangun teknologi kereta api berkecepatan tinggi menjadi pengekspor teknologi tersebut ke negara-negara seperti Rusia dan Meksiko.
Perlu digarisbawahi, panjang jalur kereta api berkecepatan tinggi di Cina telah berkembang hingga 18.000 mil, terhitung lebih dari dua per tiga dari total panjang keliling dunia dan nilai tersebut lima kali lebih panjang ketimbang yang sudah dibangun Jepang sejak 1960-an.
Kendati selama masa perluasan jaringan kereta api Cina tidaklah berjalan mulus – ada saja problematika, terutama dari segi finansial, namun Cina tidak sama sekali mengendurkan ritme pengerjaannya. Dengan 6.000 mil lagi sedang dibangun, Cina bertujuan untuk mencakup 80 persen wilayah metro dengan kereta api berkecepatan tinggi pada tahun 2020.
Baca Juga: Tak Mau Kalah dengan Eropa, India Kini Hadirkan Kereta Cepat
“Sementara investasi satu kali dalam proyek kereta api (berkecepatan tinggi) tidaklah murah dan siklus pemulihannya terhitung cukup lama. Namun post-effect dari hadirnya kereta api tersebut juga merupakan fakta yang tidak terbantahkan,” tulis artikel yang diunggah oleh People’s Daily.
Seolah enggan kalah dengan dengan mantan tandemnya, Amerika terus menggenjot rencana pengadaan jaringan kereta api berkecepatan tinggi di sana. Baru-baru ini, pemberitaan tentang pengadaan kereta api ini datang dari Green Deal yang diperkenalkan oleh anggota Kongres Alexandria Ocasio-Cortez (D-NY) dan Senator Ed Markey (D-Mass.) pada bulan Februari kemarin. Lagi, inisiatif dari Green Deal mendesak Negeri Paman Sam untuk sesegera mungkin memiliki jaringan kereta api berkecepatan tinggi.