Monday, November 25, 2024
HomeAnalisa AngkutanAlasan Boeing Pesimis Hidrogen Sebagai Bahan Bakar: Tangki Bahan Bakar Lebih Besar...

Alasan Boeing Pesimis Hidrogen Sebagai Bahan Bakar: Tangki Bahan Bakar Lebih Besar dari Kabin

Boeing serius menyongsong masa depan penerbangan global menuju penggunaan bahan bakar berkelanjutan yang ramah lingkungan. Hal itu ditandai dengan ditunjuknya Chris Raymond sebagai Chief Sustainability Officer (CSO) pertama sepanjang sejarah perusahaan berdiri.

Baca juga: Boeing Tak Yakin Konsep Pesawat Bertenaga Hidrogen, Sindir Airbus?

Menariknya, meski hidrogen dipandang sebagai bahan bakar berkelanjutan terbaik dalam mewujudkan bebas emisi di sektor penerbangan tahun 2050 mendatang, Boeing tetap kukuh pada pendiriannya bahwa itu sebaliknya.

Entah ini hanya sebagai pembeda dengan sang kompetitor Eropa-nya (Airbus), yang notabene sudah menetapkan hidrogen hijau sebagai bahan bakar ramah lingkungan di masa depan, atau memang Boeing cukup visioner untuk meninggalkan hidrogen sebagai pengganti bahan bakar fosil. Yang jelas, sekali lagi, Boeing sangat yakin dengan pendiriannya.

Di sela-sela gelaran Dubai Air Show, CSO Chris Raymond membeberkan alasan Boeing tidak menjadikan hidrogen sebagai bahan bakar bebas emisi di masa depan.

Menurutnya, sekilas hidrogen memang sangat menarik untuk dijadikan bahan bakar pesawat, termasuk juga kendaraan darat dan laut, di masa depan. Sebab, hidrogen lebih ringan dari bahan bakar fosil dan tidak menghasilkan emisi karbon melainkan hanya berupa uap air sebagai sisa pembakaran. Tak hanya itu, energi hidrogen juga 2,5 kali lebih besar per kilogram dari minyak tanah.

Tantangannya adalah, hidrogen tidak bisa langsung digunakan ketika diproduksi. Ia harus didinginkan dan dikompresi sebelum bisa dijadikan bahan bakar.

Karenanya, lanjut Chris, bahan bakar hidrogen membutuhkan sistem pendingin dan tangi penyimpanan bahan bakar yang besar. Saking besarnya, bukan tak mungkin tangki bahan bakar pesawat hidrogen lebih besar dibanding kabin penumpang, sesuatu yang agaknya tidak cukup efisien dari segi desain dan pada akhirnya bisa saja itu tidak begitu menarik untuk maskapai.

“Hidrogen cair mungkin merupakan cara terbaik untuk menggunakannya sebagai bahan bakar, tetapi membutuhkan sistem pendingin yang besar dan sistem penyimpanan yang besar. Hidrogen membutuhkan sekitar empat kali volume untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, sehingga Anda mendapatkan pesawat yang tangki bahan bakarnya lebih banyak daripada kapasitas penumpangnya – dan itu mempertaruhkan efisiensi secara keseluruhan,” jelasnya kepada Simple Flying.

Selain itu, Boeing juga belum yakin terhadap rantai pasokan hidrogen. Saat hidrogen diproduksi dalam jumlah besar, itu harus didukung oleh energi listrik yang juga tak kalah besar. Bila pembangkit listrik didukung oleh energi fosil, maka hasilnya sama saja, sama-sama meninggalkan emisi karbon.

Namun, ini sudah dibantah Airbus. Hidrogen hijau yang bakal digunakan Airbus diproduksi dari air, termasuk matahari dan angin. Hanya inilah jenis hidrogen yang bisa disebut berkelanjutan. Air diurai menjadi oksigen dan hidrogen, dengan bantuan listrik yang bersumber dari energi angin atau matahari. Sehingga proses dari awal sampai akhir bebas emisi karbon.

Baca juga: Produksi Hidrogen Hijau untuk Bahan Bakar Pesawat, Airbus-Philips 66 Gandeng Plug Power

Kendati pesimis terhadap hidrogen, namun, bukan berarti Boeing meninggalkan hidrogen sebagai bahan bakar. Faktanya, sejak tahun 2008 lalu, Boeing sudah lima kali menerbangkan pesawat berbahan bakar hidrogen.

Saat ini, Boeing hanya belum yakin dengan konsep hidrogen untuk massif digunakan. Bila berbagai ekosistem penggunaan hidrogen cair kelak terbentuk secara kuat, bukan tak mungkin Boeing ikut membuat pesawat berbahan bakar hidrogen.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru