Virus corona telah mengakibatkan terganggunya sejumlah acara. Tak terkecuali dengan acara peringatan tragedi hilangnya pesawat MH370. Untuk pertama kalinya, sejak pesawat nahas tersebut hilang enam tahun lalu, ratusan keluarga korban akhirnya terpaksa harus membatalkan pertemuan peringatan tahunan di Kuala Lumpur, akibat pembatasan perjalanan di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Para Ahli Kembali Temukan Titik Lokasi Pencaraian Terbaru Malaysia Airlines MH370!
Sebagai gantinya, para keluarga korban kemudian melakukan peringatan tragedi tersebut via streaming. Sebelum dan sesudah streaming, para keluarga korban, khususnya dari Cina, terlebih dahulu menampilkan berbagai tulisan yang pada intinya mendorong sejumlah pihak untuk tetap terus melanjutkan proses pencarian.
Pasalnya, sejak Juni 2018 silam, proses pencarian telah resmi dihentikan. Pemerintah Malaysia pun juga telah memberikan penekanan, bahwa proses pencarian akan kembali dilanjutkan bila terdapat petunjuk-petunjuk baru yang lebih kuat. Maka dari itu, tak heran, sekalipun para keluarga korban tidak bisa saling bertemu, mereka tetap menyuarakan segala keinginan mereka lewat video tersebut. Salah satu penggagas utama terbentuknya peringatan (hilangnya pesawat MH370) secara online tersebut adalah Jiang Hui.
“8 Maret adalah hari yang penuh dengan ambivalensi. Di satu sisi, ini berfungsi sebagai kesempatan untuk mengekspresikan perasaan kami sambil menarik perhatian, tetapi di sisi lain, kami khawatir itu akan merobek luka semua orang lagi,” kata Jiang, yang ibunya menjadi salah satu penumpang pesawat nahas tersebut, seperti dikutip dari Global Times.
“Kadang-kadang kita berkumpul untuk menghibur satu sama lain, tetapi ketakutan kita yang paling dalam secara bertahap dilupakan,” lanjutnya.
Menariknya, para keluarga korban (di Cina) yang umumnya adalah lansia harus berjuang ekstra keras untuk turut berpartisipasi dalam prosesi tersebut. Sekalipun memang terdengar lebih mudah karena tak perlu repot-repot datang ke Malaysia, nyatanya mereka sempat mengalami kesulitan, khususnya terkait cara menggunakan media sosial serta teknik pembuatan film atau video serta penyuntingannya. Bahkan, saking sulitnya, beberapa dari manula tersebut menyerah dan hanya mengirimkan dukungan lewat rekaman suara saja.
Li Eryou, yang kehilangan putra satu-satunya dalam kecelakaan itu, mengubah dirinya dari semula hanya seorang petani pedesaan yang tidak pernah mengakses jaringan online menjadi pengguna media sosial yang mahir layaknya kaum urban. Bahkan, ia diketahui telah memposting ratusan puisi peringatan (hilangnya pesawat MH370) untuk putranya di Weibo, platform media sosial serupa dengan Twitter di Cina.
Selain aktif di Weibo, ia juga turut berpartisipasi lewat video. Dalam videonya kirimannya, Li meminta pihak berwenang Malaysia untuk merekrut organisasi internasional untuk melanjutkan upaya pencarian atas dasar “no-find, no-fee”.
“Saya menaruh harapan pada pemerintah Malaysia yang baru terpilih yang saya yakini mampu menunjukkan tanggung jawab mereka, untuk memberikan cinta, kasih sayang, kehormatan, dan keberanian kepada semua anggota keluarga yang tidak akan pernah menyerah pada orang yang mereka cintai,” kata Li.
Baca juga: Insinyur Aeronautika Sebut Kapten MH370 Sematkan Kode di Foto Keluarga
Meskipun berjuang untuk bertahan hidup dengan tunjangan subsisten pemerintah bulanan sebesar 300 yuan (Rp700 ribu), Li telah menolak untuk menandatangani perjanjian dengan Malaysia Airlines yang akan memberinya kompensasi hampir 2 juta yuan atau Rp4,6 miliar.
Manula berusia 64 tahun ini bahkan harus bekerja hingga larut malam selama tiga bulan terakhir untuk mendapatkan uang yang cukup agar bisa mendatangi pertemuan peringatan tragedi hilangnya pesawat MH370 di Malaysia. Meskipun pada akhirnya pertemuan tersebut batal dilakukan akibat wabah corona.