Pesawat diklaim sebagai salah satu moda trasnportasi teraman untuk digunakan selama pandemi corona. Sebab, di dalam kabin pesawat, terdapat teknologi High Efficiency Particulate Arresting (HEPA) dinilai mampu menyerap dan mengubah udara kotor (bahkan ukuran lebih kecil dari dari 2,5 mikrometer sekalipun) menjadi udara yang bisa diterima dengan baik oleh tubuh serta diklaim mampu membunuh 99 persen bakteriologis, tak terkecuali dengan virus Cina.
Baca juga: Awas, Hindari Keramaian! Studi Terbaru Mendukung Gagasan Virus Corona Menular Lewat Airborne
Di samping itu, pada umumnya, protokol medis yang dijalankan kebanyakan orang di seluruh dunia adalah dengan menggunakan masker, sarung tangan, dan senantiasa mandi atau mencuci tangan sehabis bepergian sebelum menyentuh area wajah.
Akan tetapi, salah satu kasus baru di Amerika Serikat (AS) mungkin bisa jadi peringatan untuk kita bersama. Dikutip dari wthr.com, Dr. Joseph Fair, seorang ahli virologi dan epidemiologi belum lama ini divonis positif virus Cina dan tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Bila merunut dari riwayat perjalanannya, ia meyakini dirinya tertular Covid-19 setelah menumpangi sebuah penerbangan penuh sesak ke New Orleans tanpa adanya physical distancing di pesawat lewat percikan dari seseorang yang mendarat di matanya.
“Aku memakai masker, aku juga memakai sarung tangan, aku rutin membersihkan seluruh permukaan di dekatku dengan tisu. Tapi jelas, Anda masih bisa mendapatkannya melalui matamu dan tentu saja aku tidak memakai kacamata dalam penerbangan tersebut,” katanya melalui sebuah video kepada NBC News.
Joseph Fair, yang juga kontributor NBC News, menilai salah satu dari tiga cara yang mungkin bisa membuat seseorang tertular virus corona adalah percikan dari orang lain yang mendarat di mata. Meskipun belum ada penelitian lebih lanjut dari tim medis rumah sakit tempatnya dirawat, namun ia mengungkapkan bahwa itu adalah tebakan terbaiknya.
Sebagaimana yang sudah umum diketahui, virus Cina (menukil perkataan Presiden AS Donald Trump) disebut dapat bertahan 4 jam di bahan tembaga, 24 jam di bahan kardus, 2-4 hari di permukaan plastik dan stainless, 9 hari di permukaan logam dan kaca, serta 3 jam di udara. Adapun tipe penularannya sejauh ini diyakini melalui dua cara, droplet atau melalui percikan saat seorang pengidap corona berbicara, batuk, serta bersin dan melalui kontak melalui sentuhan tangan yang telah terpapar corona ke area wajah. Adapun cara yang ketiga, melalui airborne, masih dalam perdebatan.
Sebelumnya, terkait kemungkinan adanya virus corona di udara, belum lama ini sebuah penelitian menemukan bahwa virus corona dapat bertahan di ruangan penuh sesak atau ruangan yang kurang ventilasi. Para peneliti pun belakangan mulai mendukung gagasan penyebaran Covid-19 dapat menular lewat partikel-partikel udara kecil di udara atau yang biasa dikenal sebagai aerosol.
Baca juga: Area Dekat Pintu Kereta Komuter, Jadi Lokasi Potensi Terbesar Penularan Virus Corona
Dikutip dari Bloomberg, studi yang dilakukan di dua rumah sakit di Wuhan, Cina, berhasil menemukan potongan-potongan materi genetik virus bertebaran di udara toilet rumah sakit, ruangan yang memungkinkan adanya kerumunan besar, dan kamar-kamar dimana petugas medis melepas Alat Pelindung Diri (APD). Meski demikian, studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Research, Senin lalu tersebut tidak dimaksudkan untuk menunjukkan apakah virus corona dapat tersebar lewat airborne.
Para peneliti, yang dipimpin oleh Ke Lan dari Universitas Wuhan, membuat sejenis perangkap aerosol di dan sekitar dua rumah sakit di kota yang diduga menjadi asal mula munculnya virus corona jenis baru. Dari perangkap atau jebakan aerosol itu, hasilnya mereka menemukan beberapa aerosol di ruang perawatan, supermarket, dan bangunan tempat tinggal. Tak hanya itu, virus corona juga terdeteksi di toilet dan dua tempat (di dalam dan sekitar rumah sakit) yang banyak orang lewati, termasuk ruang tertutup di dekat salah satu rumah sakit.