Sunday, February 23, 2025
HomeDaratStasiun Rangkasbitung - Saksi Bisu Kedatangan KLB Istimewa Presiden Soekarno

Stasiun Rangkasbitung – Saksi Bisu Kedatangan KLB Istimewa Presiden Soekarno

Menikmati jalur ngulon lintas Tanah Abang-Rangkasbitung sudah tentu memiliki suasana berbeda. Jalur kereta yang membentang dilintas tersebut juga memiliki sejarah yang istimewa, apalagi beberapa stasiun yang mempunyai sejarah yang melegenda. Mulai dari bangunan stasiun, jalur kereta api, dan kereta api itu sendiri.

Saat ini jalur yang membentang antara Tanah Abang-Rangkasbitung ini sudah bisa ditempuh dengan mudah menggunakan Commuter Line. Tak seperti sebelumnya, jalur tersebut ramai digunakan oleh kereta api lokal yang ditarik lokomotif membuat penumpang harus membeli tiket sesuai dengan jam keberangkataj KA tersebut.

Melirik di jalur kulon ini ada sebuah stasiun pemberhentian terakhir perjalanan Commuter Line. Ya, stasiun ini adalah Rangkasbitung. Berada di ketinggian 22 mdpl yang merupakan stasiun utama di Provinsi Banten dengan jarak 80,9 km arah timur laut dari Kampung Bandan. Hingga saat ini, Stasiun Rangkasbitung melayani perjalanan Commuter Line yang terhubung ke Stasiun Tanah Abang maupun ke Stasiun Merak.

Dilihat dari bangunannya, Stasiun Rangkasbitung merupakan bangunan cagar budaya yang dilestarikan oleh PT KAI. Tak heran, stasiun ini memiliki sejarah yang panjang dan penuh makna dalam menghubungkan berbagai daerah di wilayah barat Jakarta, khususnya Banten. Sejarah Stasiun Rangkasbitung adalah sejarah yang kaya akan perkembangan kereta api dan transportasi di Banten. Dari awal pembangunannya hingga transformasi transportasi kereta api di wilayah Jabotabek, Stasiun Rangkasbitung telah berperan penting dalam menghubungkan masyarakat dan daerah. Sebagai salah satu peninggalan bersejarah, stasiun ini masih berdiri dengan gagah dan mengingatkan kita pada betapa pentingnya transportasi kereta api dalam membentuk wilayah dan perkembangan ekonomi di Indonesia.

Stasiun yang dibangun pada 1 Juli 1901 ini ternyata pernah dikunjungi oleh Presiden Soekarno saat melakukan kunjungan kerja dengan menaiki sebuah rangkaian Kereta Luar Biasa (KLB) yang ditarik oleh lokomotif uap seri C27. Setelah tiba, Presiden dan rombongan meninggalkan Stasiun Rangkasbitung menuju ke Kabupaten Rangkasbitung.

Stasiun Rangkasbitung pada tahun 1901. Terlihat pada papan nama stasiun masih menggunakan nama Rangkasbetung. (Foto: Werner Hansjorg Brutzer)

Tak jauh dari Stasiun Rangkasbitung terdapat pula depo lokomotif uap. Setiap harinya depo lokomotif tersebut selalu disibukkan dengan aktivitas lokomotif uap dari berbagai seri. Lokomotif uap seperti B51, C27, BB10, dan CC10 digunakan untuk dinasan kereta api penumpang ke arah Anyer Kidul, Merak, dan Labuan.

Sejak saat itu jalur Rangkasbitung-Labuan masih aktif digunakan perjalanan kereta api, namun hanya 1 perjalanan PP saja. Menurut kabar dari berbagai sumber, lokomotif penarik rangkaian kereta pada rute tersebut adalah seri B5138 sebagai lokomotifnya, meskipun terkadang juga menggunakan lokomotif BB1005 dan B5132. Sangat disayangkan pada tahun 1984 jalur Rangkasbitung-Labuan akhirnya ditutup. Penutupan jalur itu karena bersaing dengan moda transportasi lainnya.

Hingga saat ini Stasiun Rangkasbitung menjadi peran penting bagi masyarakat khususnya Banten yang ingin melakukan perjalanan , baik ke Jakarta maupun ke Pulau Sumatera. Selain itu juga stasiun ini menjadi titik persinggahan bagi para wisatawan yang ingin menjelajahi keindahan alam dan budaya Banten. Dari sini, mereka dapat dengan mudah mengakses berbagai tempat wisata seperti Pantai Anyer, Pantai Carita, dan Taman Wisata Curug Cikaso, yang semuanya berada dalam jarak tempuh yang relatif singkat.

Menjadi Saksi Sejarah Perang Kemerdekaan, Stasiun Rangkasbitung juga Sebagai Tombak Perekonomian

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru