Sebagai negara maritim terbesar di dunia, sudah sewajarnya Indonesia memiliki beragam jenis kapal tradisional. Selain digunakan untuk aktivitas sehari-hari, perahu-perahu ini juga biasanya menjadi identitas dari suatu wilayah secara turun temurun. Ambil contoh perahu Pinisi yang dijadikan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO. Nah, kira-kira apa saja perahu-perahu khas Indonesia? Berikut KabarPenumpang.com himpun 4 perahu tradisional dari berbagai sumber.
Baca Juga: Kapal Pinisi, Kapal Warisan Leluhur Asli Indonesia yang Diakui UNESCO
Perahu Sandeq

Perahu Sandeq adalah perahu layar tradisional bercadik khas suku Mandar, Sulawesi Barat (sebagian lainnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah) yang digunakan oleh nelayan untuk melaut atau sebagai alat transportasi antar pulau. Perahu ini dikenal karena bentuknya yang ramping dan kemampuannya untuk berlayar dengan kecepatan tinggi.
Di jaman dahulu, perahu Sandeq digunakan untuk bermobilisasi, mencari ikan di laut hingga berdagang. Namun seiring perkembangan jaman, kini perahu Sandeq digunakan untuk kepentingan pariwisata – walaupun masih ada beberapa nelayan yang menggunakannya sebagai sarana untuk mencari ikan.
Perahu Jalur

Perahu Jalur merupakan sebutan untuk perahu tradisional yang digunakan dalam lomba dayung tradisional bernama Pacu Jalur yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Perahu ini terbuat dari kayu gelondongan utuh tanpa sambungan dan memiliki panjang sekitar 25-40 meter.
Sejarah mencatat, pada sekitar abad ke-17, perahu ini digunakan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah sungai Kuantan sebagai moda transportasi. Namun seiring berjalannya waktu, perahu Jalur mulai digunakan untuk kebutuhan rekreasi, seperti lomba mendayung atau Pacu Jalur. Bisa dibilang, perlombaan Pacu Jalur ini adalah salah satu cara masyarakat sekitar untuk mewariskan budaya dari nenek moyang.
Perahu Bidar

Tidak jauh berbeda dengan perahu Jalur, perahu Bidar yang berasal dari Sumatera Selatan ini juga dewasa ini kerap digunakan untuk lomba dayung tradisional. Sejarah mencatat bahwa perahu Bidar ini lahir dari sebuah sayembara putri kerajaan Sriwijaya bernama Putri Dayang Merindu, di mana ia siap ‘dipinang’ oleh siapapun yang bisa menciptakan perahu tercepat. Walhasil, perahu Bidarlah yang keluar sebagai perahu tercepat.
Perahu Bidar yang dulunya digunakan sebagai alat transportasi dan pengangkut barang, kini fungsinya sudah bergeser menjadi perahu yang dilombakan setiap tahunnya di Sungai Musi.
Perahu Pencalang

Perahu Pencalang merupakan perahu tradisional yang berasal dari Riau dan Semenanjung Melayu. Nama “Pencalang” sendiri berasal dari bahasa Melayu yang berarti “mengintai”. Hal ini menunjukkan bahwa pada zaman dahulu, perahu ini digunakan untuk mengintai musuh. Namun, seiring berjalannya waktu, perahu Pencalang juga digunakan untuk berdagang dan sebagai alat transportasi.
Sama seperti perahu Sandeq, perahu Pencalang dewasa ini juga digunakan untuk kepentingan pariwisata. Beberapa upaya telah dikerahkan guna melestarikan perahu Pencalang, seperti pelatihan pembuatan perahu, penelitian dan pengembangan hingga promosi pariwisata, mengingat perahu Pencalang memiliki nilai filosofis yang amat tinggi bagi masyarakat Melayu.