Beberapa negara anggota Uni Eropa mengusulkan agar adanya migrasi penumpang dari udara (pesawat) ke kereta api untuk mewujudkan target dekarbonisasi. Penumpang pesawat untuk rute-rute pendek di bawah 500 km agar pindah moda ke kereta api. Kereta terbukti memiliki emisi karbon dioksida (CO2) per kilometer lebih rendah dibanding pesawat.
Baca juga: Gegara Covid-19, Kereta Jadi Pilihan Favorit Berlibur Ketimbang Pesawat! Ini Alasannya
Pada tahun 2018, IATA memprediksi bahwa jumlah penumpang yang bepergian melalui udara akan mencapai 8,2 miliar pada tahun 2037. Sebelum Covid-19 mewabah, 40,3 juta penerbangan dijadwalkan lepas landas di seluruh dunia pada tahun 2020, meskipun pada akhirnya harus turun menjadi sekitar 23,1 juta dan diperkirakan akan tetap rendah di tahun 2022.
Saat ini, perjalanan udara disinyalir menyumbang antara 2-3 persen dari emisi karbon dunia, tetapi persentase untuk itu setara dengan 4,5 miliar perjalanan penumpang, pergerakan 64 juta metrik ton kargo dan sepertiga dari perdagangan global dunia. Di samping itu, penerbangan juga menopang 65 juta pekerjaan.
Meski hanya menyumbang 2-3 persen dari emisi karbon, namun angka tersebut dinilai sudah cukup tinggi dan laju persentasenya terus diupayakan stagnan atau turun. Berbagai upaya pun dilakukan, mulai dari beralih ke bahan bakar ramah lingkungan (SAF).
Selain itu, produsen pesawat semisal Airbus dan Boeing juga berkomitmen untuk menyediakan pesawat 100 persen ramah lingkungan berbahan bakar hidrogen dan pesawat dengan bahan bakar berkelanjutan yang lebih mutakhir. Airbus menargetkan pesawat bebas emisinya hadir pada 2035 sedangkan Boeng pada 2050.
Produsen lainnya, yang kebanyakan start-up teknologi, berupaya menekan laju pemanasan global dengan menciptakan pesawat listrik.
Akan tetapi, itu jangka panjang. Jangka pendeknya, seperti dilansir aviation24, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa mengusulkan agar memaksimalkan kereta api untuk mobilitas jarak pendek di bawah 500 km alih-alih menggunakan pesawat.
Penerbangan rute pendek di bawah 500 km diketahui menyumbang 1-2 persen emisi di Eropa dan itu tergolong tinggi dengan persentase global.
Saat ini, kereta api juga sudah tak kalah efisien dan efektif dalam memobilisasi masyarakat dengan hadirnya kereta cepat atau kereta berkecepatan tinggi yang durasi tempuhnya sudah hampir menyamai pesawat.
Di beberapa negara, migrasi dari udara ke kereta untuk rute-rute pendek juga sudah berjalan sempurna investasi besar-besaran pada jaringan perkeretaapian, larangan, sampai pajak tinggi untuk penerbangan jarak pendek.
Sederet peraturan lainnya yang pada akhirnya menuntut migrasi dari udara ke kereta untuk penerbangan jarak pendek juga telah dirancang dan segera hadir di lebih banyak negara Uni Eropa.
Meski begitu, sebuah studi terbaru yang ditugaskan oleh asosiasi penerbangan Eropa dan dilakukan oleh konsultan ekonomi dan keuangan Oxera, sebagai antitesa atas usulan migrasi dari udara ke kereta, mengatakan bahwa migrasi tersebut pun tidak serta-merta membawa Eropa keluar dari masalah.
Baca juga: Lima Alternatif Pengganti Bahan Bakar Fosil Pesawat di Masa Depan, Nomor Dua Aneh!
Tantangannya adalah, pembangunan jaringan perkeretaapian secara besar-besaran pada prosesnya juga akan banyak menghasilkan emisi karbon, seperti produksi semen dan baja serta emisi dari bahan bakar yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Tantangan lainnya adalah, apabila okupansinya rendah, itu juga tak akan efektif dalam upaya dekarbonisasi. Terlebih, dalam proses migrasi penumpang pesawat ke kereta, tak ada yang bisa menjamin itu akan berjalan. Bila penumpang pesawat yang diarahkan beralih kereta justru beralih ke kendaraan pribadi, itu akan lebih buruk.