Peristiwa memilukan kecelakaan maut terjadi di jalur selatan antara Notog – Kebasen di wilayah Daerah Operasi (Daop) 5 Purwokerto. Jalur yang menghubungkan antara Cirebon – Purwokerto – Kroya – Yogyakarta terjadi pada 21 Januari 1981. KA 21 Tatarmaja (Blitar – Madiun – Jakarta) dengan KA 20 Senja IV (Gambir – Yogyakarta) alami kejadian adu banteng di petak tersebut mengakibatkan korban luka–luka hingga meninggal dunia.
Baca juga: 50 Orang Tewas Akibat Tabrakan Maut Dua Kereta, Potret Buruk Kereta Api di Pakistan
Kecelakaan terjadi tepat pada pukul 03.32 WIB dini hari berada di lokasi Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah. Menurut informasi dari rodasayap.weebly.com sumber bahwa KA 20 di KA 20 dihela CC201 33 yang berjalan dengan ujung panjang di muka (LH), dengan masinis F.X Sulimin dari Kru KA Yogyakarta. Sementara KA 21 dihela CC201 35 yang juga berjalan dengan ujung panjang di muka, dengan masinis Suradi, dari Kru KA Solo.
Pada saat tabrakan, kereta dibelakang lok KA 21 naik ke dek lok dan menghancurkan kabin beserta sebagian kamar mesin. Asisten masinis KA 21 gugur sementara masinisnya terpental ke parit disamping rel. Sementara itu, kereta dibelakang lok KA 20 saling berbenturan. Korban luka-luka sebanyak 35 orang dikumpulkan di rumah Bpk. Tasmidi, Ibu Supinah dan dua orang tetangganya. Seorang warga disebutkan meminta bantuan ke Kantor Kecamatan Rawalo saat hujan sudah reda dan fajar tiba.
Persinyalan yang digunakan pada saat kejadian adalah sinyal jenis Alkmaar yang tidak dilengkapi dengan sinyal keluar dan pesawat blok, hanya ada sinyal muka dan sinyal masuk. Kecepatan maksimal yang diperkenankan di lintas tersebut adalah 70 km/jam, sementara kecepatan operasional lintas Purwokerto-Randegan adalah 63 km/jam. Berikut kronologi saat kejadian:
– PPKA Notog mengirim warta ke Kebasen, dengan isi kurang lebih, “Jika KA XX (KA di depan KA 20) masuk Kebasen, KA 21 dapat diberangkatkan ke Notog. Pada waktu itu, PPKA Notog tidak mengetahui posisi KA 20 karena warta untuk KA 20 belum masuk, sementara KA XX sudah berada di petak Purwokerto-Notog.
– Warta diterima oleh PPKA Kebasen, dan diiyakan.
– PPKA Kebasen menahan KA 21 untuk bersilang dengan KA XX, setelah KA XX melintas langsung, PPKA Kebasen memberangkatkan kembali KA 21. PPKA Kebasen mungkin membuat surat/bentuk PTP (Pemindahan Tempat Persilangan) dengan dasar warta yang diterima dari PPKA Notog sebelumnya.
– Sementara itu, PPKA Notog mengantuk sehingga tidak fokus menerima warta KA saat lalu lintas KA dari hilir (Jakarta) mengalami kepadatan. PPKA Notog kemudian tertidur.
– Ada dua kemungkinan mengapa KA 20 dapat diberangkatkan dari Notog. Kemungkinan pertama, PPKA Notog tertidur tanpa membalik kedudukan sinyal masuk. Jadi, sinyal masuk masih dalam posisi aman (Semboyan 5), dibiarkan setelah melayani KA di depan KA 20. Kemungkinan kedua, PPKA Notog terbangun karena mendengar semboyan 35 dari KA 20 yang tertahan di sinyal masuk yang beraspek merah, dan langsung melayani KA 20 untuk melintas langsung, tanpa menyadari KA 21 sudah diberangkatkan dari Kebasen.
– Menurut keterangan dari masinis KA 21, beliau mengerem selepas Terowongan Kebasen karena terdapat semboyan 2B (Pembatasan Kecepatan). Beliau menambah kecepatan setelah melewati semboyan 2H (Penghabisan Batas Kecepatan). Sekitar dua menit kemudian, beliau melihat sorot lampu KA 20 dan langsung mengerem.
– Masinis KA 20 melihat sorot lampu KA 21, dan langsung mengerem.
– Karena jarak yang sudah dekat, kedua KA kemudian bertabrakan. Masinis KA 21 terpental ke parit dan tidak sadarkan diri (koma), sementara asisten masinisnya meninggal dunia. Masinis KA 21 sendiri baru dievakuasi dari parit pukul 10 pagi.
– Untuk keperluan evakuasi, didatangkan regu NR dari Purwokerto, dan regu derek dari Balai Yasa Yogyakarta.
– Tindak lanjut PLH, menurut seorang pensiunan, 2 orang petugas diberi sanksi. Satu dipecat sementara satu orang lainnya diturunkan pangkatnya menjadi PJL (Petugas Jaga Lintasan). Sayang beliau tidak merinci siapa saja yang diberi sanksi. (PRAS – Cinta Kereta Api)