Pada hari ini, 34 tahun lalu, bertepatan dengan 10 Januari 1990, pesawat McDonnell Douglas MD-11 sukses melakukan penerbangan perdana. Pesawat hasil pengembangan dari DC-10 ini digadang bakal lebih sukses dibanding pendahulunya. Tetapi, dugaan itu salah dan MD-11 hanya laku sebanyak 200 unit sejak produksi dimulai pada 1988 dan stop produksi pada tahun 2000.
Baca juga: Bisakah MD-11 Tetap Terbang Bila Kedua Mesin di Sayap Rusak? Simak Jawabannya
Dilansir laman mcdonnelldouglas.weebly.com, MD-11 dikembangkan berdasarkan kebutuhan pasar yang menginginkan pesawat yang lebih modern dan lebih besar dibanding pendahulunya, DC-10.
Menyambut kebutuhan tersebut, pengembangan MD-11 pun dilakukan pada 30 Desember 1986. Setelah melalui proses penelitian panjang, perakitan prototipe pertama MD-11 dimulai tanggal 9 Maret 1988. Pabrikan terus mengebut proses pengerjaan sampai akhirnya diluncurkan atau diperkenalkan ke publik untuk pertama kalinya pada September 1989 dan berhasil terbang perdana pada 10 Januari 1990.
MD-11 memiliki beberapa perbedaan yang sangat mencolok dengan DC-10, di antaranya badan pesawat yang lebih panjang, mesin baru Pratt & Whitney PW4460 yang dinilai lebih efisien dan lebih cepat, winglet baru, dan penggunaan material komposit yang mulai marak di zamannya.
Perbedaan paling mencolok lainnya tentu di bagian kokpit. DC-10 diketahui masih mengusung konsep analog pada kokpit sehingga membutuhkan bantuan flight engineer di setiap penerbangan. Itu berbeda dengan MD-11 yang sudah mengusung enam unit flat screen glass display di kokpit.
Komputer canggih Honeywell VIA juga sanggup menggantikan peran flight engineering, mengikuti gebrakan Airbus yang mengusung two men cockpit atau dua orang dalam kokpit. Ini disebut Advanced Common Flight Deck atau ACF.
Menariknya, meski di tahun dimana pesawat dikembangkan pesawat twin engine sudah mulai menggeliat, MD-11 diputuskan untuk tetap mengusung trijet sebagaimana pendahulunya, DC-10.
Namun, MD-11, yang termasuk dalam salah satu pesawat widebody terpopuler ketika itu, tetap diplot sebagai kompetitor sejati dari Boeing 747 dan Airbus A330 yang masing-masing mengusung empat mesin dan dua mesin.
Pilihan tersebut pada akhirnya sangat fatal. MD-11 hanya terjual 200 unit secara global dan digunakan oleh beberapa maskapai kenamaan, seperti Finnair, Alitalia, KLM, Delta Airlines, China Eastern Airlines, Korean Air, American Airlines, Japan Airlines, dan Garuda Indonesia.
Selain tidak laku di pasaran, dimana maskapai lebih memilih untuk menggunakan widebody twinjet seperti Boeing 767, Boeing 777, dan Airbus A330, mahalnya pengembangan MD-11 juga tak sebanding dengan penjualan dan membuat kinerja keuangan perusahaan merosot dan akhirnya stop produksi setelah MD-90.
Baca juga: MD-11, Tak Berusia Panjang, Inilah Kado Ulang Tahun Garuda Indonesia Ke-43
Beberapa tahun kemudian, pabrikan dicaplok (merger) Boeing dengan mahar sebesar US$13,3 miliar di akhir abad ke-21, tepatnya pada tahun 1997.
Sampai saat ini, MD-11 masih eksis menghiasi langit dunia. Tetapi, tidak sebagai penerbangan penumpang, melainkan sebagai penerbangan kargo, salah satunya bersama FedEx.