Virus Corona varian Omicron (B.1.1.529) membuat Bandara Internasional Johannesburg OR Tambo, Afrika Selatan dikenal seluruh dunia. Sebab, seluruh penerbangan dari bandara ini ditolak masuk negara-negara di dunia.
Baca juga: Belanda Temukan 13 Kasus Virus Corona Varian Omicron dalam Penerbangan dari Afrika Selatan
Selain itu, turis maupun warga juga memadati bandara ini semata untuk menghindari strain baru virus Corona sekaligus agar tak terjebak di negara tersebut khususnya dan negara lain di Afrika umumnya tanpa bisa keluar, mengingat bandara ini menjadi hub terbesar di Afrika.
Dikutip dari ortambo-airport.com, Bandara Internasional Johannesburg OR Tambo merupakan bandara tersibuk di benua Afrika. Setiap tahun, bandara yang didirikan pada tahun 1952 ini melayani sekitar 28 juta penumpang.
Bandara yang terletak di distrik Kempton Park, Johannesburg, 46 km selatan pusat kota Pretoria, ini sebelumnya bernama Bandara Jan Smuts. Namun, namanya diubah menjadi Johannesburg International Airport pada tahun 1994.
Pada November 2006, nama bandara itu kembali diubah untuk mengenang mantan presiden Afrika Selatan, Oliver Reginald Tambo, atau yang biasa dikenal sebagai OR Tambo menjadi seperti yang dikenal saat ini.
Meski terletak di benua yang tidak lebih maju dibanding benua lainnya, Bandara Internasional Johannesburg OR Tambo bukanlah sembarang bandara. Ia adalah salah satu dari sedikit bandara di dunia dengan penerbangan langsung penumpang terjadwal antara enam benua yang berpenghuni dan juga berfungsi sebagai pintu gerbang utama benua ke banyak negara sub-Sahara.
Sejak dahulu, Bandara Internasional Johannesburg OR Tambo memang sudah lekat dengan peristiwa-peristiwa besar. Di awal masa pasca diresmikan, bandara ini juga menjadi penanda peralihan masuknya masa jet, di mana penerbangan komersial pertama sebuah de Havilland Comet lepas landas dari Bandar Udara London Heathrow menuju Johannesburg.
Bandara ini menjadi bandara uji coba bagi Concorde pada tahun 1970-an, untuk meneliti kemampuan pesawat saat lepas landas dan mendarat di bandara yang berada di ketinggian.
Bandara Internasional Johannesburg OR Tambo sering disebut sebagai bandara “panas dan tinggi”. Berada di ketinggian hampir 1.700 meter (5.500 kaki) di atas pemukaan laut, yang memiliki udara sangat tipis. Ketinggian seperti ini sangat berpengaruh terhadap performa pesawat terbang.
Sebagai contoh, sebuah penerbangan dari Johannesburg menuju Washington, D.C., yang saat ini dioperasikan oleh sebuah Airbus A340-600, harus berhenti di Bandara Internasional Dakar untuk mengisi bahan bakar, karena pesawat tidak dapat terbang dengan sekali pengisian bahan bakar.
Hal ini terjadi karena penurunan performa saat pesawat lepas landas, di mana pesawat tidak dapat lepas landas dengan muatan penuh bahan bakar, kargo dan penumpang, dan harus menggunakan landasan pacu yang lebih panjang untuk mencapai kecepatan lepas landas.
Pada tahun 1980-an, banyak negara menghentikan perdagangan dengan Afrika Selatan karena sanksi ekonomi dari PBB yang dilakukan karena politik apartheid di Afrika Selatan, dan banyak maskapai penerbangan menghentikan penerbangan menuju bandara ini.
Baca juga: Covid Omicron Bikin Ditjen Imigrasi Ambil Sikap Tegas, Larang Pelancong dari 8 Negara di Afrika
Sanksi ini juga membuat South African Airways dilarang terbang di sebagian besar negara Afrika, dan sebagai tambahan, risiko terbang di dalam negara Afrika tersebut ditambah dengan insiden ditembak jatuhnya dua pesawat penumpang di atas wilayah Rhodesia, memaksa mereka untuk terbang di luar daratan Afrika.
Hal ini membuat mereka membutuhkan pesawat modifikasi khusus seperti Boeing 747-SP. Setelah akhir dari apartheid, nama bandara, bersama dengan nama bandara internasional lainnya di Afrika Selatan, diganti menjadi nama yang netral dan larangan tersebut dihentikan.