Kementerian BUMN tengah mengkaji empat opsi penyelamatan maskapai nasional Garuda Indonesia. Salah satunya ialah melalui restrukturisasi dan di saat bersamaan mendirikan perusahaan maskapai penerbangan baru. Maskapai ini nantinya akan mengambil alih rute-rute dan aset Garuda Indonesia lainnya.
Baca juga: Indonesia Tanpa Flag Carrier? Puluhan Negara Ini Tak Punya Maskapai Nasional, Termasuk AS!
Opsi tersebut tentu bukan hal baru. Di dunia, setidaknya ada beberapa maskapai yang melalui proses tersebut, dua di antaranya ialah Sabena, maskapai nasional Belgia, dan Swissair, maskapai nasional Swiss.
Di luar itu, sebetulnya ada lagi maskapai lain, yaitu Olympic Airways maskapai nasional Yunani, yang juga sudah dibangkrutkan dan didirikan maskapai baru, Olympic Airlines. Namun, agar lebih fokus, redaksi fokus pada Sabena dan Swissair saja.
Dikutip dari airportspotting.com, Sabena atau Societé Anonyme Belge d’Exploitation de la Navigation Aérienne merupakan maskapai nasional Belgia yang didirikan pada tahun 1923. Sama halnya seperti Garuda Indonesia, Sabena sangat prestisius dan bersejarah dalam kapasitasnya sebagai maskapai penerbangan nasional.
Dari segi kelahirannya, Sabena berdiri juga berkat urunan warga Belgia di Kongo Belgia, negara koloni Belgia yang ketika itu tertutup dari dunia luar karena tidak mempunyai akses penerbangan; mirip-mirip seperti sejarah berdirinya Garuda Indonesia Airways, bukan?
Tak cukup sampai di situ, Sabena Airlines juga melalui masa-masa sulit dan berjuang bersama dengan rakyat Belgia. Pada tahun 1940, Belgia diserbu Jerman dan seluruh pesawat Sabena Airlines hancur. Usai bantuan dari sekutu datang dan Jerman terusir, Sabena membantu pengiriman logistik lewat sisa armada yang disimpan apik di Kongo Belgia.
Habis gelap terbitlah terang, sejak Perang Dunia II berakhir, Sabena Airlines mulai aktif kembali terbang dan bisnisnya terus membesar.
Tetapi, dunia berputar, Sabena Airlines mengalami masa-masa sulit kembali di dekade 90an dan merger dengan Swissair, maskapai nasional Swiss yang didirikan pada tahun 1931, dengan kepemilikan saham sebesar 49,5 persen. Sabena tetap menjadi pemegang saham mayoritas.
Alih-alih menjadi sehat oleh aksi korporasi ini, justru itu menjadi awal dari petaka berujung bangkrutnya Sabena Airlines, termasuk juga Swissair.
Pada 7 November 2001, Sabena Airlines melakukan penerbangan terakhir dan setelah itu dinyatakan bangkrut. Kebangkrutan Sabena ketika itu disebut akibat Swissair gagal memenuhi kewajiban kontrak karena kesulitan keuangan.
Swissair, yang menjadi penyebab Sabena Airlines bangkrut, juga ikut mengalami kebangkrutan beberapa bulan setelahnya, yaitu pada 31 Maret 2002. Layaknya, Sabena, Swissair juga memiliki nilai sejarah tinggi bersama rakyat Swiss.
Akan tetapi, nyatanya, karena satu dan lain hal, Sabena Airlines dan Swissair dibangkrutkan. Pertentangan tentu terjadi. Namun, itu bisa dijawab dengan pasca semua proses yang dijalani.
Setelah dibangkrutkan, SN Brussels Airlines didirikan oleh pemerintah Belgia dan mengambil alih sebagian besar dari aset Sabena pada Februari 2002.
Maskapai kemudian berganti nama menjadi Brussels Airlines setelah digabung dengan Virgin Express pada Maret 2007. Sampai saat ini, Brussels Airlines terus eksis dan mencetak keuntungan, kecuali di tengah pandemi Corona seperti sekarang ini.
Baca juga: Seulawah Airlines, Inilah Maskapai Swasta Pertama di Indonesia!
Demikian juga dengan Swissair. Usai bangkrut maskapai dijual ke Crossair dan membentuk anak perusahaan bernama Swiss European Air Lines. Meski sempat kesulitan, maskapai tersebut sukses mencetak keuntungan sejak 2006. Lufthansa kemudian mengambil alih grup maskapai ini dan menjadi semakin besar serta eksis sampai saat ini.
Dari dua kasus di atas terdapat perbedaan mencolok. Swiss tak lagi mempunyai maskapai nasional usai kebangkrutan Swissair, sedangkan Belgia tetap mempunyai maskapai nasional pasca Sabena Airlines dibangkrutkan. Indonesia bisa belajar dari Belgia, dengan mempailitkan Garuda Indonesia dan mendirikan maskapai baru agar tetap mempunyai maskapai nasional.