Jalur kereta api di masa lalu tak hanya di Pulau Jawa saja, tetapi juga ada di Pulau Sumatera dan Sulawesi. Di Pulau Sumatera tepatnya di jalur kereta api Muaro–Pekanbaru dibangun oleh dua pihak dan masa yang berbeda yakni Staatsspoorwegen ter Sumatra’s Westkust pada masa Hindia Belanda dan Rikuyu Sokyoku yang merupakan jawatan kereta api pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda.
Baca juga: Chapman’s Peak, Jalur Tebing Nan Indah Meski Sarat Maut
Pada masa Riyuku Sokyoku, Tjahjono Rahardjo, penulis sejarah kereta api mengatakan, di Sumatera ada jalur kereta api maut. Jalur ini dari Pekanbaru ke Muaro yang mengangkut batu bara ke Ombilin menuju ke Selat malaka.
Penasaran kenapa disebut dengan jalur maut? KabarPenumpang.com menghimpun berbagai laman sumber bahwa jalur kereta apu Muaro ke Pekanbaru di provinsi Riau dibangun pekerja paksa September 1943 sampai dengan 15 Agustus 1945. Jalur ini dikerjakan oleh romusha dan tawanan perang Belanda.
Rencana pembangunan jalur Muaro ke Pekanbaru bahkan sudah dimulai sejak awal abad ke-20. Tetapi karena berbagai hal, pemerintah pusat di Belanda belum membangunnya. Kemudian tahun 1920, Staatsspoorwegen melanjutkan kembali penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya untuk mengkaji serta meneliti kemungkinan rute terbaik di jalur kereta api ke pantai timur Sumatera.
Sayangnya pembangunan ini pun ditunda setelah mempertimbangkan bahwa eksploitasi jalur kereta api ke arah Pekanbaru sebagian besar hanya mengandalkan batu bara. Sebab biaya pembangunan jalur ini tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dari eksploitasi.
Selain itu medan yang dilalui cukup berat dan banyaknya sarang nyamuk malaria yang dapat membuat biaya pembangunan membengkak. Hingga akhirnya pada pendudukan Jepang, jalur Muaro ke Pekanbaru menjadi prioritas utama karena kebutuhan energi batu bara untuk perang yang amat mendesak.
Disebut jalur maut juga karena pembangunan rel secara asal-asalan karena masing-masing tentara Jepang dan romusha tidak mengerti bagaimana cara membangun jalan rel yang baik. Bantalan rel dibuat dari kayu apa saja yang ada di hutan, sehingga bantalan-bantalan tersebut pecah saat rel ditancapkan pada kayu tersebut.
Bahkan rel yang melintasi rawa juga hanya diuruk ala kadarnya tanpa dipadatkan sehingga tanah sangat rawan ambles ketika dilintasi kereta api. Jembatan rel yang dibangun pun dibuat seadanya sehingga konstruksi jembatan amat rapuh dan bisa saja ambruk sewaktu-waktu.
Baca juga: Jalur Nagreg: Meski Banyak Isu Gaib , Tetap Favorit Saat Musim Mudik
Sayangnya rel kereta ini tidak pernah dimanfaatkan sepenuhnya dan terbangkalai. Lintasan Muaro ke Pekanbaru pun tidak terhubung dengan lintasan aktif mana pun dan tidak ada layanan kereta api yang dijalankan di jalur ini.