Mesin adalah bagian yang paling mahal dari sebuah pesawat terbang. Meskipun biaya maintenance, repair, and overhaul (MRO) atau perawatan mesin pesawat tergolong mahal, namun, itu tidak ada harganya bila dibandingkan pesawat mengalami kecelakaan ataupun di-grounded berkepanjangan lantaran kerusakan mesin.
Baca juga: Setelah Lalui Jarak Setara 350 Keliling Dunia, Mesin Rolls-Royce Airbus A350 XWB Alami Keretakan
Pasar aero-engine MRO setiap tahunnya bernilai lebih dari US$2,5 miliar atau lebih dari Rp35 triliun (kurs 14.021). Dari jumlah tersebut, maskapai banyak mengeluarkan uang untuk perawatan dan perbaikan bilah turbin, bantalan atau bearings, dan sistem kontrol mesin, dimana ketiganya didapuk sebagai bagian mesin yang paling mahal.
Secara umum, biaya perawatan mesin pesawat mencapai US$12 juta hingga lebih dari US$45 juta atau Rp633 miliar (kurs 14.021).
Meskipun didesain untuk bisa beroperasi di segala kondisi, mesin pesawat tetap saja sewaktu-waktu bisa mengalami kehausan, hasil dari gesekan, getaran, suhu panas ekstrem, dan korosi atau karat; termasuk di dalamnya akibat benda agak besar masuk ke dalam mesin, seperti burung atau bird strike dan sebagainya.
Dalam keadaan normal, mesin pesawat bisa tahan samapi 15 ribu jam terbang. Namun, pada tahun 2019, mesin Rolls-Royce Trent 700 menyelesaikan lebih dari 50.000 jam terbang bersama Aeroflot Airbus A330 tanpa perlu masuk ke hanggar untuk perbaikan, dan berhasil mencatatkan rekor dunia sebagai mesin dengan jam terbang terlama tanpa overhaul. Setelahnya, mesin harus mendapat perawatan berkala untuk keamanan. Lantas, bagaimana perawatan atau MRO mesin pesawat dilakukan?
Dilansir Simple Flying, proses MRO pada mesin pesawat dimulai dengan membongkar dan memeriksa seluruh bagian mesin satu per satu secara detail. Ada sekitar 2.000 komponen di dalam mesin yang harus diperiksa. Setiap komponen yang dirasa tak lagi prima ditukar dengan yang baru, dipasang kembali, diuji, dan, bila semuanya oke mesin menerbangkan kembali pesawat dengan aman.
Sebuah mesin dapat dikatakan melalui perbaikan atau overhaul ketika telah diperiksa, dibongkar, diperiksa kembali, dibersihkan, diperiksa, diperbaiki sesuai dengan instruksi pabrik, diperiksa lagi, dan kemudian diuji menggunakan prosedur yang disetujui oleh badan pengawas penerbangan sipil.
Setelah diagnostik dan inspeksi awal, mesin dan semua bagiannya dibongkar. Kemudian dipelajari lagi sebelum diolah dengan rendaman kimiawi untuk menghilangkan polutan atau kontaminan agar mesin lebih enteng ketika beroperasi.
Di antara bagian tersulit untuk diperiksa, ruang pembakaran adalah salah satunya. Sebab, ruang bakar di dalam mesin merupakan bagian mesin yang paling berat bebannya.
Ruang bakar harus tahan setidaknya suhu 2 ribu derajat Celcius selama berjam-jam, khususnya pada saat take off dan landing, dimana pesawat mengeluarkan tenaga maksimal. Jika sedikit saja terjadi kesalahan, mesin akan mati total.
Oleh karenanya, usai mendapat perawatan dan perbaikan, mesin pesawat harus diuji di ruang khusus, dimana mesin dihidupkan dan bekerja layaknya dalam sebuah penerbangan.
Proses MRO sebetulnya bisa sangat cepat, tergantung kondisi mesin pesawat, berkisar 15 hingga 35 hari untuk off wing. Namun, bila mesin harus mendapat perawatan berat, seperti membongkar total dan mengganti banyak suku cadang yang sudah melebihi batas maksimum operasi, maka MRO bisa memakan waktu hingga dua bulan.
Baca juga: Setelah 100 Tahun Lebih, Ilmuan Sedunia Masih Bingung Jelaskan Mengapa Pesawat Bisa Terbang
Akan tetapi, pada perawatan mesin pesawat on wing, prosesnya bisa sangat cepat, hanya memakan waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
Sebagai informasi, fasilitas MRO di masing-masing benua besarannya berbeda-beda. Fasilitas MRO terbesar di Amerika Utara dipegang oleh Delta’s TechOps di Atlanta, Amerika Serikat. Sedangkan fasilitas MRO terbesar di Asia terletak di Chengdu, Cina, bukan di GMF, yang menyandang fasilitas MRO terbesar di Asia Tenggara.