Pesawat Boeing 777-300ER Garuda Indonesia, yang membawa 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 pertama di Indonesia buatan Sinovac, berhasil mendarat mulus di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada hari Minggu (6/12).
Baca juga: Jaga kelembaban Udara, Inilah Cara Maskapai Mengontrol Suhu di Pesawat
Vaksin Covid-19 Sinovac yang dimuat dalam deretan kontainer Envirotainer tersebut belum bisa langsung divaksin, melainkan harus menunggu proses izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta sertifikasi halal MUI.
Terlepas dari kapan vaksin tersebut digunakan dan siapa yang bakal divaksin terlebih dahulu, proses mengirim vaksin tersebut tentu tak mudah, mengingat suhu vaksin harus terjaga agar tetap efektif bekerja saat disuntik ke manusia. Itulah mengapa vaksin dikirim menggunakan Envirotainer, kontainer yang didesain khusus untuk membawa muatan produk-produk riskan seperti produk farmasi.
Dilansir dari laman resminya, Envirotainer sendiri merupakan brand kontainer (kargo udara) terbesar di dunia. Perusahaan asal Swedia ini kondang dikenal di jagat transportasi udara internasional sebagai penyedia jasa kontainer yang mampu mengirim berbagai produk farmasi atau produk-produk sensitif lainnya dengan aman berkat apa yang disebut sebagai Unit Load Devices (ULD).
ULD berfungsi untuk menjaga kelembaban sekaligus suhu pada tingkat yang diinginkan. ULD memungkinkan muatan kargo yang berumur pendek, mudah rusak (mudah basi untuk makanan), dan sensitif menjadi lebih terjaga sampai ke tempat tujuan.
Kontainer standar Envirotainer memiliki kisaran suhu -20 hingga 20 derajat Celcius. Suhu tersebut akan selalu terjaga dengan teknologi t2 active temperature control system berupa kuantitas biang es yang cukup. Selain itu, suhu di dalam kontainer juga terjaga berkat adanya e1/e2 active temperature control system berupa kompresor pendingin dan pemanas listrik.
Dengan jaringan penyewaan kontainer dan suplai chain berkesinambungan, didukung dengan tenaga andal, Envirotainer juga bisa dilacak posisi serta kondisi suhu di dalam kontainer. Hal itu dimungkinkan berkat aplikasi khusus yang dibuat untuk memantau secara real time before-after pengiriman.
Meski demikian, bukan berarti kehadiran ULD atau Envirotainer otomatis menyelesaikan masalah maskapai terkait pengiriman kargo. Pada prosesnya, maskapai juga harus mempertimbangkan seluruh rangkaian pengiriman kargo, mulai dari mengumpulkan, memuat ke dalam pesawat, mengeluarkan dari pesawat, sampai memindahkan kargo ke kontainer.
Oleh karenanya, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) pun mengeluarkan petunjuk teknis terkait hal itu. Setidaknya, ada dua hal yang diatur IATA, Perishable Cargo Regulations (PCR) dan Temperature Control Regulations (TCR).
Baca juga: Berkah Vaksin, IATA Sebut Butuh 8 Ribu Pesawat Jumbo untuk Antarkan Vaksin ke Seluruh Dunia
PCR mencakup semua kargo yang mudah rusak. Selain itu, PCR juga mengatur izin atau persyaratan pemerintah (menurut negara) dan persyaratan pengemasan, pelabelan, dan pelacakan.
Sedangkan TCR merupakan perluasan peraturan dari PCR, mencakup persyaratan atau izin khusus untuk barang dengan suhu terkontrol, termasuk obat-obatan. TCR, termasuk PCR, harus dilakukan dengan sempurna. Sebab, ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan rantai pasokan yang rumit.