Salah satu hal yang sulit dihindari maskapai di dalam kabin (termasuk kargo) pesawat adalah udara yang “kering” karena kandungan air yang dihasilkan hanya maksimum 15 persen saja. Padahal, kelembaban adalah faktor terpenting untuk menjaga kualitas barang (pada kargo) dan tentu saja kenyamanan penumpang di kabin penumpang.
Baca juga: Jasa Kargo Jadi Kunci Maskapai Lanjutkan Penerbangan Penumpang
Oleh karena itu beberapa maskapai berusaha menaikan tingkat humidity (kelembaban) dengan alat tambahan yang dikenal sebagai ‘humidying system’ atau sistem kelembaban udara seharga lebih dari US$180.000 atau sekitar Rp2,5 miliar (kurs 14.092) dan hanya mampu menaikkan humidity sampai maksimum 25 persen saja. Itu baru di kabin penumpang, untuk kompartemen kargo, pendekatannya beda lagi.
Dilansir Simple Flying, pada kompartemen kargo, maskapai umumnya menggunakan apa yang disebut Unit Load Devices (ULD), untuk menjaga kelembaban sekaligus suhu pada tingkat yang diinginkan. ULD memungkinkan muatan kargo yang berumur pendek dan mudah rusak (mudah basi untuk makanan) menjadi lebih terjaga sampai ke tempat tujuan.
Di antara pemasok ULD dengan kualitas tinggi serta yang terbesar, Envirotainer adalah salah satunya. Perusahaan ini menawarkan berbagai ukuran kontainer dan mengklaim memiliki lebih dari 6.000 kontainer yang beredar. Wadah standar memiliki kisaran suhu -20 hingga 20 derajat Celcius. Pendinginan sebagian besar dicapai dengan pasokan baterai yang dikombinasikan dengan es kering.
Meski demikian, bukan berarti kehadiran ULD otomatis menyelesaikan masalah maskapai terkait pengiriman kargo. Pada prosesnya, maskapai juga harus mempertimbangkan seluruh rangkaian pengiriman kargo, mulai dari mengumpulkan, memuat ke dalam pesawat, mengeluarkan dari pesawat, sampai memindahkan kargo ke kontainer.
Oleh karenanya, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) pun mengeluarkan petunjuk teknis terkait hal itu. Setidaknya, ada dua hal yang diatur IATA, Perishable Cargo Regulations (PCR) dan Temperature Control Regulations (TCR).
PCR mencakup semua kargo yang mudah rusak. Selain itu, PCR juga mengatur izin atau persyaratan pemerintah (menurut negara) dan persyaratan pengemasan, pelabelan, dan pelacakan.
Sedangkan TCR merupakan perluasan peraturan dari PCR, mencakup persyaratan atau izin khusus untuk barang dengan suhu terkontrol, termasuk obat-obatan. TCR, termasuk PCR, harus dilakukan dengan sempurna. Sebab, ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan rantai pasokan yang rumit.
Baca juga: Kabin Penumpang Penuh Kargo Bikin Pilot ‘Nambah Kerjaan’
IATA menyebut, lebih dari satu triliun dolar kargo farmasi dikirim setiap tahun. Terlebih di masa pandemi virus Corona seperti sekarang ini, permintaan terkait kargo farmasi pasti sangat dibutuhkan dengan puncaknya saat vaksin Covid-19 resmi tersedia. Jauh sebelum masa itu (vaksin Covid-19 tersedia) enam bulan pertama tahun 2020, misalnya, telah terjadi peningkatan permintaan (produk farmasi) sebesar 60 persen.
Pada waktunya tiba, sudah pasti traffic akan tinggi dan transportasi udara sangat berperan untuk mengirim itu ke seluruh dunia, dengan kecepatan serta menjaga kualitas barang jadi andalan.