Setelah Bandara Soekarno-Hatta menyatakan siap mendukung “flight to nowhere” atau terbang tanpa tujuan, publik, dalam hal ini traveller, mulai menanti-nanti langkah maskapai dalam negeri, terutama Garuda Indonesia dan Lion Group sebagai pemegang market share terbesar, untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Baca juga: Load Factor Maskapai Masih Melempem, Kemenhub: “Sangat Sangat Tidak Mudah”
Seperti masyhur terdengar sebelumnya, berbagai maskapai di dunia satu per satu mulai menjalankan program terbang tanpa tujuan dengan berbagai konsep. Maskapai EVA Air, China Airlines, dan All Nippon Airways (ANA) merupakan tiga maskapai awal yang meluncurkan penerbangan mirip joy flight tersebut.
Konsep yang ditawarkan tentu berbeda-beda. EVA Air menawarkan “flight to nowhere” dengan tetap memiliki negara tujuan, yakni ke Jepang. Hanya saja, maskapai tersebut tidak mendarat di Negeri Sakura dan kembali ke Taiwan untuk mendarat di bandara yang semula.
Berbeda dengan EVA Air, maskapai Taiwan lainnya, China Airlines lebih ke ranah wisata edukasi. Konsep “flight to nowhere” salah satu maskapai terbesar di Taiwan itu mengajak penumpang masuk ke kabin pesawat tanpa terbang ke suatu destinasi.
Di sini penumpang dapat mengenang pelayanan pramugari dan rasanya duduk di kursi pesawat. Selain itu, maskapai ini juga menawarkan pelajaran menjadi pramugari untuk anak-anak.
Selain dapat belajar menjadi pramugari, melalui kegiatan ini para penumpang juga berakting seolah mereka akan liburan ke negara lain. Setiap penumpang tetap harus melakukan check-in, melakukan pemeriksaan paspor, dan bahkan ada petugas keamanan yang siap mengarahkan penumpang menuju pesawat.
Adapun All Nippon Airways (ANA), konsep terbang ‘tanpa tujuan’ maskapai tersebut sedikit banyaknya hampir mirip dengan konsep yang akan ditawarkan Singapore Airlines, yakni terbang keliling langit sekitar bandara dan kemudian mendarat di bandara yang sama. Sedangkan penerbangan tanpa tujuan Royal Brunei Airlines bisa dibilang mirip dengan Qantas, terbang keliling negeri, mengunjungi beberapa ikon dan wisata andalan dalam negeri.
Garuda Indonesia dan Lion Group sendiri saat ini masih malu-malu mengadopsi penerbangan tanpa tujuan. Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, mengatakan bahwa pihaknya masih menganalisis segalanya. “Kami masih analysis dan mempertimbangkan inisiatif,” terangnya kepada KabarPenumpang.com melalui pesan singkat, Rabu, (30/9).
Senada dengan Lion Group, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengungkapkan bahwa pihaknya mengaku belum tertarik ke arah sana. “Belum. Lagi review yang pas,” singkatnya kepada KabarPenumpang.com.
Baca juga: Lion Air Digugat 9 Leasing Pesawat Rp189 Miliar, Pengamat: Tak Ada Iktikad Baik Bayar Utang
Sebelumnya, Executive General Manager (EGM) Bandara Soekarno-Hatta, Agus Hariyadi, mengatakan bahwa pihaknya siap memberikan fasilitas bagi maskapai yang mungkin membuka perjalan wisata terbang tanpa tujuan. “Pasti kami support, bagi Bandara paling tidak program ini bisa menumbuhkan keyakinan publik untuk terbang lagi,” kata dia saat dihubungi Kompas.com melalui pesan singkat, Senin (28/9).
Namun, lanjut Agus, hingga saat ini masih belum ada maskapai yang membuka program perjalanan wisata naik pesawat tanpa tujuan tersebut. “Sejauh ini belum ada yang mengajukan atau berencana,” katanya.