Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, mengkritisi upaya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meniadakan syarat rapid test bagi penumpang pesawat. Diketahui, hal ini sudah dibahas pada rapat terbatas tentang Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang digelar kemarin di Istana Kepresidenan.
Menurut Agus, langkah tersebut sama saja dengan merestui herd immunity. Dengan begitu, segala risiko yang timbul mau tak mau harus ditanggung masing-masing penumpang.
“Pemerintah (Kemenhub) secara tidak langsung sudah merestui herd immunity. Kita bertahan sendiri (dengan kondisi yang ada),” jelasnya saat dihubungi KabarPenumpang.com, Kamis (6/8).
Bila rencana dihapuskannya syarat rapid test benar-benar dilakukan, pengamat yang juga mantan wakil ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu menilai tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di pesawat.
Dalam berbagai pengalamannya terbang selama di masa New Normal, ia kerap menemukan sejumlah pelanggaran, mulai dari terbang melebihi ambang batas alias kapasitas 100 persen, lemahnya pengawasan seperti misalnya pengecekan syarat rapid test bagi penumpang, hingga temuan praktek-praktek kecurangan lainnya semisal jual beli surat keterangan rapid test tanpa dicek. Hal itu bisa terjadi karena aturan pemerintah tak jelas di samping juga tidak tegas.
Oleh karenanya, ia pun mengaku belakangan ini tak lagi berani menumpangi pesawat. Sebab, dalam pengamatannya, dengan dihapuskannya syarat rapid test-swab PCR test bagi penumpang pesawat, klaster baru virus Corona akan muncul bersamaan dengan itu. Bila pun tidak dihapus, lemahnya pengawasan dan sanksi membuat maskapai kerap membandel dan sering kali terbang dengan kondisi penuh.
Untuk itu, sementara waktu ia lebih memilih menggunakan mobil ketimbang pesawat. Lagi pula, untuk tataran Pulau Jawa, semisal Jakarta-Surabaya, saat ini total waktu yang dihabiskan sudah tak begitu jauh, nyaris sama-sama tujuh jam. Sebab, sejak era New Normal, dengan adanya syarat rapid test dan lainnya, membuat penumpang diharuskan hadir empat jam sebelum penerbangan dimulai.
Berbeda dengan Agus Pambagio, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno beranggapan bisa saja Kemenhub menghapus syarat rapid test bagi penumpang pesawat. Syaratnya, harus disiplin dengan protokol kesehatan dan sifatnya wajib, bukan sekedar himbauan.
“Kursi tengah harus kosong kemudian tambah ketentuan pakai lengan panjang, masker, face shield, bila perlu antar kursi itu dikasih pembatas (partisi) dan wajib,” ujarnya kepada KabarPenumpang.com.
Baca juga: Asyik, Naik Garuda Indonesia Dapat ‘Cashback’ Biaya Rapid Test Ratusan Ribu! Begini Caranya
Hanya saja, ia menggarisbawahi, bila Kemenhub tengah mengejar break-even load factor pesawat, tentu hal itu berseberangan dengan data penumpang pesawat tahun lalu. Dalam catatannya, secara umum 44 persen penumpang pesawat tahun lalu merupakan perjalanan dinas, 12 persen bisnis, dan wisata hanya 10 persen.
Sebagaimana umum diketahui, pemerintah telah mengalihkan anggaran dinas untuk penanganan pandemi Covid-19. Jumlahnya juga tidak sedikit dan bakal terus dipotong hingga tahun 2021.