Negara Asia nyatanya lebih bersemangat dibandingkan negara di belahan bumi barat untuk kembali menikmati perjalanan ketika ekonomi seluruh dunia secara bertahap dibuka kembali. Menurut sebuah studi global baru-baru ini, orang-orang Asia menjadi yang paling percaya diri untuk bepergian dalam “normal baru”.
Baca juga: Gegara Covid-19, Kereta Jadi Pilihan Favorit Berlibur Ketimbang Pesawat! Ini Alasannya
Studi yang dilakukan oleh lembaga penelitian sosial terkemuka Blackbox Research, penyedia data Dynata dan mitra bahasa Language Connect bertanya pada 10.195 responden dari 17 negara yang tersebar di empat benua. Para responden ditanyakan terkait ketakutan dan kemungkinan tentang perjalanan di dunia pascaa Covid-19.
Sebagai bagian dari penelitian ini, negara-negara diukur pada Skor Keyakinan Perjalanan, dengan mempertimbangkan dua indikator yakni seberapa nyaman seseorang melakukan perjalanan internasional dalam 12 bulan ke depan dan seberapa siap mereka merasa tentang negara mereka membuka kembali pariwisata dan liburannya. Hasilnya adalah orang Asia lebih positif dimana skor 76 dan menjadi posisi teratas yang percaya diri dalam bepergian di normal baru adalah India dan Thailand.
Tak hanya itu negara Asia bahkan mendominasi daftar negara yang mendapat skor di atas rata-rata global 61 dengan Cina 69, Indonesia 65 dan Singapura 64. Sedangkan untuk Prancis, Jerman dan Denmark juga masuk dalam peringkat di atas rata-rata global. Namun Jepang dinilai paling hati-hati dengan skor 40 dan ini diikuti Filipina 43 serta Hong Kong 50.
Negara lainnya yang berada di bawah rata-rata global adalah Swedia, Selandia Baru, Inggris, Kanada dan Amerika Serikat (AS). Saurabh Sardana, Chief Operating Officer Blackbox Research, mengatakan bahwa skor masing-masing negara mencerminkan tindakan penyeimbangan antara sejumlah pertimbangan yang berbeda seperti pentingnya pariwisata untuk ekonomi suatu negara, manajemen nasional kasus Covid-19 dan pengalaman serupa di masa lalu yakni epidemi.
Skor ini dikatakan Sardana, mengungkapkan sejumlah negara telah memiliki kepercayaan diri terhadap perjalanan yang babak belur dan dapat dikaitkan dengan pelaporan negatif kasus Covid-19. Bagi mereka, kontrol berkelanjutan dalam nomor Covid-19 diperlukan secara domestik dan global sebelum mereka mulai meninjau kembali perjalanan internasional sebagai prioritas gaya hidup.
“Sementara itu, dengan sebagian besar Asia mengalami epidemi serupa, tidak mengherankan bahwa pelancong Asia akan lebih ulet dan optimis melihat cahaya di ujung terowongan. Meskipun negara-negara seperti India dan Indonesia baru-baru ini melihat jumlah kasus yang lebih tinggi, reputasi mereka sebagai kekuatan besar pariwisata berarti akan sulit bagi mereka untuk mengabaikan industri perjalanan dalam jangka panjang,” kata Sardana yang dikutip KabarPenumpang.com dari keterangan tertulis.
“Ketika datang untuk menavigasi perjalanan dalam kondisi normal yang baru, kami memperkirakan orang yang tinggal di Asia akan memiliki permintaan tertinggi untuk perjalanan, tetapi dewan pariwisata dan sektor perjalanan perlu mengevaluasi kembali dan membayangkan kembali seluruh pendekatan mereka terhadap pengalaman perjalanan di masa depan,” tambahnya.
Sebenarnya secara keseluruhan, perjalanan liburan internasional dalam jangka panjang tidak sesuai jadwal bagi kebanyakan orang yang mana 44 persen responden masih ingin menghindari liburan internasional. Di mana Jepang, Filipina, Selandia Baru dan Australia adalah negara yang warganya tidak ingin melakukan perjalanan jarak jauh.
Namun, penelitian ini juga mengungkapkan bahwa aspirasi untuk perjalanan regional telah menyebabkan tren perjalanan yang muncul di tujuan. Australia dan Jepang muncul sebagai dua tujuan paling populer bagi para pelancong Asia, sementara Spanyol berada di urutan teratas dalam daftar para pelancong Eropa mengingat di Juni memperlihatkan tren penurunan Covid-19.
Negara-negara yang daya tarik pariwisatanya paling terpukul selama pandemi adalah Cina, Italia dan AS. Sardana mengaitkan fenomena ini sebagai cerminan dari apa yang telah dilaporkan di media internasional dan arus utama tentang manajemen krisis Covid-19 masing-masing negara.
Baca juga: “Workcation,” Pilihan Para Pekerja di Jepang Selama Pandemi
“Sentimen perjalanan ke negara-negara seperti AS dan Cina juga sangat dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa penting seperti protes Black Lives Matter, pembekuan visa pekerja asing, dan gelombang infeksi kedua Beijing. Ini memiliki efek peracikan yang pasti telah mengambil tol pada posisi internasional mereka sebagai tujuan wisata. Apa artinya ini adalah bahwa mereka memiliki pekerjaan mereka dipotong untuk mereka memposisikan diri untuk menarik wisatawan pasca Covid-19,” jelas Sardana.