Wabah Covid-19 disebut sebagai salah satu peristiwa besar yang menyebabkan terjadinya perubahan drastis di industri penerbangan global.
Baca juga: Kecelakaan Pesawat Terburuk Sepanjang Masa Lahirkan Warisan Penting di Dunia Penerbangan
Masker, sarung tangan, face shield, disinfektan, contact less, layanan on board dan lounge terbatas, physical distancing di pesawat dan bandara, sekat partisi, rapid test, surat keterangan sehat, dan berbagai perubahan lainnya, adalah bukti nyata betapa virus tersebut mampu membawa perubahan.
Namun, Covid-19 bukan satu-satunya, serangan 11 September 2001 atau lebih dikenal 9/11 juga diterbukti menjadi peristiwa yang mampu mengubah tatanan penumpang dan layanan di industri penerbangan.
Setidaknya, ada empat perubahan penting di dunia penerbangan global sebagai respon atas serangan 9/11. Diwartawakan KabarPenumpang.com dari cntraveler.com, berikut empat perubahan di industri penerbangan.
1. Perubahan pada kokpit dan pintu kokpit
Tak hanya harus dalam keadaan tertutup, pintu kokpit juga diwajibkan harus dalam keadaan terkunci. Hal itu sebagai salah satu cara untuk mencegah atau mungkin memperlambat tindak terorisme terhadap kru kokpit.
Sadar hal itu belum cukup aman, regulator penerbangan sipil Amerika Serikat (FAA) akhirnya mendorong penggunaan pintu kokpit anti peluru, sebagai pelengkap aturan kokpit harus selalu dalam keadaan terkunci.
Selain itu, Administrasi Keamanan Transportasi (TSA) juga mengerahkan lebih banyak petugas keamanan udara atau sky marshal sebagai agen anti-teroris di atas pesawat komersial untuk melawan pembajakan pesawat.
Tak lupa, jika pun semua itu gagal, TSA dan FAA masih mempunyai benteng terakhir dalam upaya melawan tindak terorisme pembajakan pesawat, yakni dengan aturan Federal Flight Deck Officer. Aturan tersebut memungkinkan pilot untuk membawa pistol, tentu didahului dengan pelatihan yang tepat.
2. Memisahkan penumpang mencurigakan
Proses pengecekan di bandara menjadi lebih ketat. Dengan melibatkan teknologi canggih, penumpang dengan gerak gerik mencurigakan akan terus dipantau. Termasuk bila petugas -lewat body scanner atau sejenisnya- belum sanggup membuktikan kecurigaan tersebut.
Dalam kondisi seperti itu, penumpang tersebut tetap akan masuk dalam radar pantauan serta akan dipisahkan dengan penumpang lainnya. Demikian juga dengan penumpang spesial, baik dari kalangan pejabat maupun public figure yang berpotensi menjadi target incaran teroris, khususnya saat dalam antrean pengecekan imigrasi dan bea cukai.
3. Melatih petugas Avsec jadi lebih profesional
Sebelum peristiwa 9/11 terjadi, ada sekitar 20 ribu petugas Aviation Security (Avsec). Namun, rata-rata dari mereka tak terlatih dengan baik dan dipekerjakan dengan upah cukup rendah. Pasca peristiwa itu, praktis, mereka dikambinghitamkan atas ketidakbecusan mereka mendeteksi teroris di bandara.
Baca juga: Pernah Dengar Pintu Belakang Boeing 727 Jadi Sebab Pembajakan? Simak di Sini Jika Belum
Oleh karenanya, TSA bertindak cepat dengan lebih memerhatikan petugas Avsec, baik dari segi upah maupun kemampuan. Sekitar tahun 2016 lalu, jumlah petugas Avsec terpantau sudah jauh berkembang menjadi lebih dari 42 ribu petugas dan sangat terlatih.
4. Memutahkirkan teknologi terbaru deteksi senjata dan bom
Sebelum peristiwa 11/9, sebagian besar barang bawaan, terutama pada penerbangan domestik, umumnya langsung dimuat ke pesawat tanpa melewati pemeriksaan bahan peledak. Kini, kondisi jauh berbeda, dimana alat-alat deteksi baru dikerahkan untuk mendeteksi keberadaan bahan peledak, baik cair maupun padat yang disembunyikan penumpang dikoper ataupun di bagian manapun di sebuah benda.