Perusahaan rekayasa dan pengembangan asal Inggris, Electric Aviation Group (EAG) meluncurkan desain baru untuk Pesawat Regional Listrik Hybrid (HERA), Senin lalu. Bila tak ada kendala berarti, pesawat penumpang bertenaga hybrid dengan kapasitas 70 seat pertama di dunia tiu akan mulai beroperasi pada 2028 mendatang.
Baca juga: Kejar Target Produksi Pesawat Tanpa Emisi di 2035, Airbus Pertimbangkan Penggunaan Hidrogen
Geliat penerbangan bertenaga listrik dan hybrid sudah sejak beberapa tahun lalu banyak diagendakan berbagai produsen pesawat dan teknologi kenamaan di dunia, baik yang sudah established maupun startup.
Dibandingkan teknologi lainnya, hybrid dan listrik dinilai sebagai salah satu alternatif bahan bakar berkelanjutan paling realistis untuk diwujudkan serta memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah emisi CO2; meskipun belakangan hidrogen muncul sebagai alternatif paling memungkinkan lainnya dikalangan inovator.
“Investasi besar-besaran untuk mengembangkan pesawat sub-19 hybrid dan all-electric, kami yakini sebagai strategi yang salah. Pesawat kecil ini tidak dapat memenuhi tuntutan transportasi udara massal atau persyaratan dekarbonisasi,” ujar Kamran Iqbal, founder dan CEO EAG kepada Simple Flying.
“Desain kami adalah untuk sebuah pesawat yang pada awalnya akan menawarkan kisaran 800 mil laut saat diluncurkan pada 2028, dan yang akan dapat mengangkut lebih dari 70 orang,” lanjutnya.
Sebagai pesawat dengan teknologi ramah lingkungan, HERA tentu saja memiliki berbagai fitur “hijau” seperti mengurangi polusi udara, thermal management (teknologi yang mendistribusikan panas pada perangkat elektronik dengan baik), serta regenerasi baterai saat di udara yang memungkinkan pesawat lebih “bernapas” panjang.
Tak hanya itu, untuk efesiensi maksimum, pesawat hybrid pertama di dunia buatan EAG juga akan didukung Gear Assisted Take-Off Run (GATOR). Sebagai pesawat dengan kapasitas di bawah 100 seat, HERA by EAG juga akan dilengkapi dengan Short Take-Off-and-Landing (STOL) yang bertujuan agar maskapai dimungkinkan membuka rute baru dengan landasan pendek.
Menariknya, HERA memiliki tingkat fleksibilitas tinggi di kabin, sehingga operator dapat dengan mudah mengubah konfigurasi dari pesawat penumpang ke kargo, satu nilai tambah yang sangat mungkin dilirik maskapai.
Guna meminimalisir perkembangan teknologi yang begitu cepat, EAG juga merancang HERA agar mampu beradaptasi dengan perubahan, dalam hal ini sumber energi alternatif lainnya yang tersedia selain hybrid dan listrik. Tetapi, bila teknologi pendukung pesawat listrik, seperti baterai dengan kapasitas dan tingkat kepadatan tinggi, HERA sangat mungkin menjadi pesawat all-electric, dari semula pesawat hybrid pertama di dunia.
Saat ini, EAG mengaku belum bisa buka-bukaan soal jangkauan terbang, kecepatan, dan emisi CO2 yang mampu ditekan oleh HERA. Namun demikian, proses yang tengah ditempuh EAG sangat progresif, dengan sudah mengajukan 25 paten atas berbagai temuan baru dalam proses pengembangan.
Selain baik untuk lingkungan, proyek HERA oleh EAG juga diprediksi mampu menyerap sebanyak 25 ribu tenaga kerja di Inggris, utamanya Bristol, sebagai lokasi pabrik produksi pesawat.
“Kami berharap ini menjadi contoh yang bagus untuk desain, teknik, dan pembangunan Inggris. Tidak hanya pengembangan HERA akan membantu Departemen Transportasi mempercepat tujuan pengurangan emisi karbon ‘Jet Zero’, tetapi juga membantu menciptakan peluang kerja yang sangat dibutuhkan di industri kedirgantaraan, manufaktur, teknik dan jasa pasca-Brexit,” jelas Iqbal.
Baca juga: Zunum Aero Siap Operasikan Pesawat Komuter Bertenaga Hybrid
Dalam persaingan global memproduksi pesawat hybrid pertama di dunia, EAG tentu bukan yang satu-satunya. Pada Mei lalu, perusahaan penerbangan asal Perancis, VoltAero, memamerkan desain Cassio2, pesawat hybrid berkapasitas sembilan kursi dengan kecepatan jelajah 230 mph. Tahun sebelumnya, California Ampaire berhasil menerbangkan model hybrid mereka pada Cessna 337 Skymaster.
Airbus tentu tak mau ketinggalan. Tahun lalu, mereka mengumumkan akan memulai proyek penelitian pesawat hybrid dan listrik pada akhir tahun 2020 mendatang bersama SAS. Pabrikan Eropa tersebut bertekad untuk menjadikan A320neo-nya sebagai pesawat hybrid pertama di dunia.