Pada umumnya, sebelum diputuskan beroperasi, sebuah pesawat pasti telah melalui proses pengecekan panjang dan ketat. Namun, ketika mengudara, siapa sangka, faktanya selalu ada insiden yang terjadi. Salah satunya roda pendaratan atau landing gear yang enggan muncul untuk mendukung proses pendaratan.
Baca juga: Hard Landing Vs Soft Landing, Mana Lebih Baik?
Di Indonesia, maskapai dengan market share terbesar, Lion Air pernah merasakannya. Tahun 2009 silam, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 972 mendarat darurat di Bandara Hang Nadim tanpa roda depan. Beruntung, kala itu, Captain Anwar Haryanto berhasil mendaratkan pesawat dengan baik tanpa adanya korban jiwa. Atas keberhasilannya itu, ia pun diapresasi sejumlah pihak.
Secara teori pesawat mendarat tanpa roda sangat mungkin terjadi. Sejak pertama kali era pesawat terbang jet komersial mengudara, pendaratan darurat tanpa roda pesawat atau landing gear bukan satu dua kali terjadi. Dari ke semua itu, tak sedikit yang berujung manis dengan mencatat tak ada satu pun korban jiwa hingga sedikit kerusakan. Hal itu setidaknya cukup untuk menjadi bukti betapa sangat dimungkinkan sebuah pesawat mendarat tanpa roda sekalipun.
Meski demikian, keberhasilan pendaratan darurat tanpa roda bukan sekonyong-konyong datang begitu saja mengandalkan keberuntungan. Dalam kajian ilmiah, tentu keberuntungan tak masuk dalam salah satu aspek atau objek kajian; tak terkecuali dalam mendaratkan pesawat tanpa roda, bisa dibilang hal itu tak boleh diharapkan untuk datang.
Dilansir The Telegraph, Patrick Smith, seorang pilot AS, dalam bukunya “Cockpit Confidential” coba mengesampingkan faktor keberuntungan ketika mendaratkan pesawat tanpa roda, baik roda depan atau bahkan tanpa roda sama sekali.
Secara teknis, proses pendaratan pesawat tanpa roda nyaris sama dengan proses pendaratan pesawat dengan roda, mulai dari landing approach altitude dan landing approach angle yang sesuai, manuver pesawat yang masih masuk kategori stabilize approach, dan turun mengikuti glideslop semua tetap harus dilakukan.
Bahkan, saat hendak memasuki zona touchdown atau titik pendaratan pesawat, pendekatan yang dilakukan tetap sama. Pun demikian ketika bagian ekor pesawat mulai menyentuh runway, disusul bagian perut pesawat, dan mesin bagian bawah, semua pendekatan yang dilakukan tetap sama seperti seolah mendaratkan pesawat dengan landing gear.
Hanya saja, sebelum semua itu dilakukan, syarat pendaratan tanpa roda harus terlebih dahulu dipenuhi. Mulai dari bobot maksimum atau bobot aman yang sudah ditentukan (bergantung pada jenis pesawat, landasan tempat mendarat, dan berbagai faktor lainnya) sampai panjang runway. Terkait besaran bobot maksimum pesawat saat mendarat tanpa roda, sebetulnya tidak disebutkan secara rinci.
Baca juga: Intip Cara Qantas Rawat Komponen Landing Gear System Tanpa Harus Terbang
Namun, Patrick Smith mengungkap, bila pesawat masih memiliki berat melebihi ambang batas maksimum, tak ada pilihan lain kecuali berputar-putar di udara sampai menyentuh angka di bawah bobot maksimum. Tetapi, hal itu tak perlu dilakukan bila pesawat memiliki fitur pembuangan bahan bakar saat di udara. Setelah itu terpenuhi, tinggal kemudian mencari runway yang agak panjang lebih dari biasanya untuk mencegah overrun atau keluar dari landasan.
Bila hal itu dilakukan, didukung dengan kondisi pesawat dalam keadaan prima atau tak terlalu tua untuk melakukan pendaratan tanpa roda hingga cuaca plus pengetahuan dan ketenangan awak kokpit, maka, besar kemungkinan pesawat bisa mendarat dengan selamat sekalipun mengalami kerusakan substansial dan berpotensi kebakaran.