Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta mengalami penurunan penumpang secara drastis selama periode 1 – 28 April 2020. Direktur Utama PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta William Sabandar mengatakan, pada 6 Maret 2020, penumpang masih berkisar di angka 100 ribu per harinya. Namun ketika adanya sosial distancing penurunan belum signifikan di 13 Maret 2020.
Baca juga: Perilaku Penumpang MRT Jakarta: Umumnya Sudah Order Ojol Sebelum Tiba di Stasiun Tujuan
“Tapi pada 16 Maret 2020, penurunan drastis terlihat setelah kami memberlakukan sosial distancing pada penumpang sehingga menjadi 27.269 per harinya. Pada 27 Maret, hanya 8.685 penumpang. Penurunan paling jelas terjadi ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dari 1 – 28 april yang dirata-rata sekitar 4.134 penumpang per harinya,” jelas William melalui Zoom meeting di forum jurnalis, Rabu (29/4/2020).
Adanya penurunan penumpang juga dikarenakan tujuh stasiun MRT tidak beroperasi dan hanya enam sisanya yang beroperasi, yakni Stasiun Lebak Bulus Grab, Fatmawati, Cipete Raya, Blokm M BCA, Dukuh Atas BNI dan Bundaran HI. Hal ini kemudian membuat pendapatan fare box dan non fare box menurun.
William mengatakan untuk para tenant yang saat ini ada di Stasiun dan terkena imbas penutupan diambil dua cara. Untuk tenant middle sepeti UMKM pihaknya tidak akan mengambil biaya sewa selama tiga bulan, sedangkan untuk yang ritel besar seperti Starbucks, A&W, Indomaret dan Alfamart pihaknya masih terus berkomunikasi dan belum ada kebijakan.
“Kita terus berkomunikasi dengan ritel-ritel besar yang terkena imbas penutupan di stasiun-stasiun yang dihentikan operasionalnya,” kata William.
Meski pihaknya menutup tujuh dari 13 stasiun yang ada, William menegaskan tidak akan menghentikan operasi, karena pengguna MRT Jakarta masih ada. Ada pun penurunan penumpang dan kerugian yang didapat, William menegaskan, pihaknya tidak akan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
“Kita tidak ada PHK karyawan, kita efisiensi biaya training dan perjalanan dinas. Kita juga menunda untuk pengadaan simulator dan menggunakan alternatif lainnya dengan kereta yang tidak digunakan setelah jam operasional,” jelas William.
Dia menyebutkan, bahwa saat ini mereka hanya akan training internal dan tidak akan ada training di luar negeri. Pembelian simulator pun ditunda karena harga untuk satu unit simulator Rp100 Miliar.
Selain penurunan jumlah penumpang, perjalanan kereta MRT Jakarta pun hanya ada 49 dari jam 06.00-18.00 WIB dan dilayani oleh tiga kereta. William menambahkan, pihaknya juga melakukan sosialisasi melalui layana iklan masyarakat.
Selain membahas penurunan penumpang, MRT Jakarta juga tengah mempersiapkan proses operasi pasca pandemi Covid-19 yang mengangkat tema ‘MRT Bersiap’ yakni bersih, sehat, aman dan prima.
“Kita mulai pendekatan baru untuk pastikan memberi layanan terbaik ketika mobility virtual. Dalam tema Bersiap, MRT akan melakukan pembersihan seluruh fasilitas dan personal hygin untuk penumpang. Terus budayakan penggunaan masker dan pengecekan temperatur penumpang untuk kesehatan mereka,” jelas William.
“Yang jelas kami masih tetap menjaga on time performance (OTP) 100 persen. Dalam masa pandemi ini, MRT Jakarta membuat empat skenario menghadapi krisis untuk 2020 agar bisa survive. Karena krisis ini maka pendapatan turun baik fare box maupun non fare box, mungkin juga ada pengurangan subsidi,” jelas William.
Dia menyebutkan empat skenario itu ada skenario moderat dimana krisis hanya terjadi tiga bulan, empat bulan lainnya masa rebound dan tiga bulan lainnya mulai stasbil. Skenario berat yakni krisis selama lima bulan, empat bulan rebound dan satu bulan rebound, skenario sangat berat krisis terjadi selama tujuh bulan dan masa reboun tiga bulan serta tiga bulan di tahun berikutnya masa stabil.
“Untuk skenario buruk krisis selama sembilan bulan dengan rebound satu bulan di Desember dan tahun 2021 baru stabil. Namun kita berharap hanya di skenario moderat saja, sehingga Juni sudah rebound agar masalah ekonomi teratasi,” kata William.
Baca juga: PT MITJ Benahi Empat Stasiun Integrasi, MRT Jakarta Mulai Fase 2
Dalam masa krisis ini pun MRT Jakarta juga menunda pengerjaan Fase 2A yang harusnya mulai pada Maret ,menjadi bulan Juni. Hal ini dikarenakan bila tetap dilanjutkan maka akan memakan biaya yang lebih besar lagi.