Kereta semakin lama semakin maju dengan bantuan teknologi masa kini, hal ini terlihat di beberapa negara sudah mulai menggunakan kereta tanpa masinis (unmanned subway line). Salah satunya Tiongkok yang menjalankan kereta bawah tanahnya tanpa masinis. Kereta yang mulai beroperasi pada 2017 ini akan berjalan dari jalur Yanfang, barat daya Beijing.
Nantinya dalam pengoperasiannya, kereta tanpa masinis ini akan dikendalikan secara otomatis baik keberangkatan hingga perhentian kereta di stasiun-stasiun tujuan, termasuk untuk buka tutup pintu hingga sistem kebersihannya. Kereta tanpa masinis di Tiongkok ini, diketahui memakai teknologi dalam negeri atau tanpa mengadopsi teknologi luar.
Kereta ini membentang sejauh 300 km dan Beijing diperkirakan mampu mengembangkan sistem kereta bawah tanah seluruhnya tahun 2020 mendatang. Tak hanya Beijing, Indonesia juga saat ini tengah membangun sistem transportasi massal seperti MRT (Mass Rapid Transit) Jakarta dan LRT (Light Rapid Transit) tanpa masinis.
Debut Kereta tanpa awak pertama akan dimulai dalam wujud Skytrain di Bandara Soekarno-hatta, kereta ini akan disebut Automated People Mover System (APMS) dan diperkirakan selesai pada Mei-Juni 2017. Head of Corporate Secretary & Legal PT Angkasa Pura II Agus Haryadi mengatakan, penyediaan kereta tanpa awak ini akan di kerjakan oleh PT Len Industri dengan perusahaan asal Korea Selatan Woojin dengan kontrak senilai Rp530 miliar. Pada kereta tanpa awak, kedua perusahaan yang saling bersinergi ini akan menggunakan teknologi sistem sinyal modern tanpa awak (communication based train control/ CBTC Driverless). Nantinya kereta tanpa awak ini akan melalui lintasan sepanjang 2,98 km dan melayani lima terminal di sisi barat bandara.
APMS akan menggunakan jenis kereta automated guide transport (AGT) dengan tipe side guided dan beroperasi dengan tiga trainset yang dikonfigurasi dua cars kapasistas 2.100 penumpang per jam per arah.
Sedangkan pada Mass Rapid Transit (MRT), memang masinis sudah tidak digunakan lagi untuk membawa lokomotif MRT ini. Seperti halnya Singapura, MRT di negara dengan lambang Merlion ini memiliki MRT tanpa awak. Mungkin bila ada masinis, justru akan merasa bosan karena perjalanan yang ditempuh hanya beberapa ratus meter dan mondar-mandir, sehingga bisa dikatakan pekerjaan masinis di MRT adalah hal yang tidak efisien sama sekali.
Hal ini yang akan dilakukan pada MRT di Indonesia tepatnya Jakarta dengan menggunakan tanpa awak atau masinis. Namun, tantangan terbesarnya untuk MRT atau kereta bandara tanpa awak adalah sistem persinyalan dan listrik yang digunakan. Sebab dengan kereta ataupun MRT tanpa awak, Indonesia harus benar-benar menggunakan sistem teknologi tinggi. “Sejatinya teknologi MRT kami sudah mendukung umanned atau driverless yang dikendalikan terpusat dari OCC (Operation Control Center) di Lebak Bulus , tapi nantinya saat beroperasi tetap akan digunakan masinis, peran masinis lebih ditekankan untuk mengatur buka tutup pintu dan antisipasi kondisi darurat,” ujar William Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta kepada KabarPenumpang.com.
Baca juga: Metro Kapsul, Harapan Pemkot Bandung Untuk Urai Kemacetan
Sementara untuk LRT yang sudah mengumandangkan bakal menerapkan driverless adalah Metro Kapsul di Bandung. Pada tahap awal, Metro Kapsul Bandung akan membentang dari Stasiun Kebon Kawung – Alun-alun – Tegalega, dalam setiap harinya Metro Kapsul dapat mengangkut 24 ribu penumpang.