Pesawat A340 yang membawa Kanselir Jerman Angela Merkel dilaporkan harus melakukan pendaratan darurat pada tahun 2018. Tentu saja hal tersebut menjadi catatan buruk perjalanan dinas salah seorang pejabat tertinggi Jerman. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Jerman pun akhirnya memesan tiga buah pesawat A350 yang satu di antaranya dikabarkan tak lama lagi akan segera tiba.
Baca juga: Gantikan Airbus 340, Pemerintah Jerman Bakal Gunakan A350 Sebagai Pesawat Kenegaraan
Dikutip dari thepointsguy.co.uk, Airbus A350-900 pesanan Jerman dikabarkan baru saja menyelesaikan uji terbang keempat dari fasilitas Airbus di Toulouse, Perancis. Diperkirakan, bila tak ada kendala apapun, dalam waktu dekat satu pesawat akan dikirim. Adapun dua pesawat lainnya dijadwalkan pada 2022 mendatang, mengingat kondisi sejumlah pembatasan kerja di berbagai suplai chain Airbus akibat pandemi corona.
Menurut Aerotime Hub, pemerintah Jerman diperkirakan merogoh kocek sebesar $1,3 miliar atau sekitar Rp21 triliun untuk tiga buah pesawat A350-900. Hal itu termasuk beberapa modifikasi untuk menyesuaikan spesifikasi sebagai sebuah pesawat angkut VIP setingkat kepala negara.
Sebagai sebuah negara besar, pesawat dinas setingkat kepala negara Jerman sudah barang tentu harus dilengkapi dengan berbagai teknologi canggih. Pasalnya, bila tidak dilengkapi dengan teknologi canggih, bukan tak mungkin, pesawat dapat dengan mudah dirudal oleh para teroris kelas kakap. Terlebih, perjalanan dinas Angela Merkel yang mencapai 50-an setiap tahunnya semakin menambah kerentanan pesawat bila tidak dilengkapi dengan sistem keamanan pendukung.
Kantor berita Aerotelegraph melaporkan, setidaknya, pesawat dari keluarga A350 XWB (Extra Wide Body) dengan kemampuan terbang jarak jauh atau Ultra Long Range (ULR) tersebut telah disisipi dua fitur pertahanan, seperti sistem pertahanan rudal atau CAMS (Civilian Aircraft Missile Protection System) yang mampu menahan rudal dari udara-ke-udara dan dari darat-ke-udara serta peralatan radio militer dengan dilengkapi kombinasi pesan rahasia yang terenkripsi untuk berkomunikasi di udara.
Dua sistem pertahanan tersebut dinilai sangat cocok untuk saling melengkapi satu sama lain. Sebab, bila hanya mengandalkan pada salah satu dari dua sistem pertahanan tersebut, perjalanan dinas kepala negara belum sepenuhnya aman. Misalnya, sekalipun pesawat dilengkapi dengan sistem anti rudal dari udara-ke-udara ataupun dari darat-ke-udara, umumnya sistem tersebut hanya mampu menangkal dua atau tiga kali serangan. Selebihnya, pesawat telah kehabisan amunisi untuk melakukan penghalauan.
Oleh karenanya, dengan adanya peralatan radio militer terenkripsi, ketika pesawat mendapat serangan pertama, pilot dapat langsung menghubungi pusat komando angkatan udara Jerman ataupun negara yang bersekutu dengan Jerman agar segera mengirimkan bantuan militer. Dengan begitu, ketika serangan kembali datang, bantuan militer dapat membantu menangkalnya, sebelum sistem pertahan udara pesawat kehabisan amunisi.
Di antara sekian banyak pesawat dinas kepala negara atau setingkat kepala negara di dunia, tercatat hanya beberapa pesawat yang dilengkapi dengan fitur tersebut, seperti pesawat kepresidenan AS, Perancis, Inggris, dan Rusia. Mungkin pesawat kepresidenan negara lainnya memiliki fitur serupa. Hanya saja, mereka memilih untuk merahasiakan fitur-fitur tersebut.
Selain itu, pihak Lufthansa Technik, yang dipercaya untuk mengubah konfigurasi pesawat, juga telah membocorkan bahwa kelak pesawat ini akan dilengkapi dengan ruang kantor untuk melakukan beberapa lobi-lobi politik, area konferensi yang luas, lounge multifungsi, hingga sejumlah tempat duduk super nyaman yang dapat digunakan oleh para delegasi ketika melakukan perjalanan dengan menggunakan moda ini.
Baca juga: Macron dan Angela Merkel Gelar ‘Rapat’ Bahas Masa Depan Airbus di Kabin A350
Kendati pihak Lufthansa Technik tidak membocorkan secara detail tentang kapasitas angkut dari pesawat ini, namun mereka hanya memberikan gambaran kasar bahwa pesawat ini mampu memboyong 150 tamu sekaligus.
Layaknya pesawat kepresidenan AS yang lebih dikenal dengan Air Force One, pesawat Kanselir Jerman juga demikian. Pesawat tersebut disinyalir akan diberinama sebagai “Regierungsflieger” atau Government Aviator atau Penerbangan Pemerintah dalam bahasa Indonesia.