Di negara-negara Timur Tengah, pada umumnya peran wanita sangat terbatas. Arab Saudi, sebelum mulai terbuka di bawah komando Raja Salman, misalnya, perempuan bahkan tidak diperkenankan mengendarai mobil seorang diri tanpa didampingin oleh laki-laki, baik dari kalangan keluarga maupun suami.
Baca juga: Sejak 1973, Iran, Rusia dan AS Ternyata Pernah Menghantam Pesawat Penumpang dengan Rudal
Di Iran bahkan kondisinya lebih pelik, jangankan untuk berbuat lebih jauh, perempuan buka jilbab saja bisa dipidana. Singkatnya, hak-hak perempuan di Iran sangat terbatas. Perempuan dipaksa tunduk pada aturan yang ada dan hak-haknya dibatasi dengan sederet aturan ketat. Bahkan, untuk aktivis perempuan garis keras sekalipun, rezim tak gentar untuk membungkamnya.
Oleh karenanya, ketika tiba-tiba perempuan di Iran berhasil mencatat sejarah di dunia penerbangan, tentu hal tersebut cukup mengejutkan sekaligus kabar baik bagi kehidupan para perempuan di sana. Beberapa waktu lalu, untuk pertama kalinya di Iran, seorang kapten pilot wanita dan co-pilot wanita berhasil menerbangakan pesawat dalam perjalanan pulang-pergi rute Teheran —Mashhad pada 14 Oktober tahun lalu, yang menjadikan mereka sebagai wanita pertama yang mengemudikan sebuah penerbangan penumpang di Iran tanpa bantuan rekan-rekan pria.
Seperti diberitakan intellinews.com, dalam penerbangan tersebut, kapten pilot Neshat Jahandari dan co-pilot perwira pertama Forouz Firouzi berhasil menerbangkan pesawat dengan membawa 160 penumpang dalam penerbangan dari Teheran ke kota timur laut Mashhad, dan kemudian kembali dengan 171 penumpang ke ibukota Iran.
“Hari ini adalah hari yang spesial dan tak terlupakan di industri penerbangan Iran, dan untuk pertama kalinya panduan pesawat dilakukan oleh dua pilot wanita Iran,” tulis Jahandari di Instagram-nya.
Sebelum penerbangan spesial dengan semua kru adalah wanita, Jahandari selama beberapa waktu sempat menjadi sorotan seluruh media nasional karena menjadi co-pilot pertama yang terbang di Iran didampingi oleh suaminya di posisi kapten pilot.
Bila merunut agak ke belakang, beberapa tahun terakhir Iran memang telah melonggarkan aturannya tentang perempuan untuk mengambil peran utama dalam industri penerbangan. Seorang wanita, Farzaneh Sharafabadi, bahkan berhasil menjabat sebagai CEO andalan IranAir selama lebih dari 12 bulan antara 2017 dan 2018. Hal yang mustahil terjadi sebelum tahun 2010.
Baca juga: Ingatkan untuk Perbaiki Hijab Penumpang, Aplikasi Ride-Hailing Iran Malah Diboikot!
Sebelum Jahandari, sebetulnya, wanita di Iran sudah mulai belajar menerbangkan pesawat sejak tahun 1940. Wanita pertama di Iran yang menerima lisensi pilot adalah Putri Fatemeh Pahlavi, anak kesepuluh raja Pahlavi pertama. Setelah Revolusi Islam pada tahun 1979 dan pembentukan Republik Islam yang dibuat di bawah bimbingan ahli hukum Islam dan ulama Syiah, hak-hak perempuan di Iran sangat dikurangi. Itu termasuk pembatasan untuk menerbangkan pesawat.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir aturan telah dilonggarkan, memungkinkan perempuan untuk mengambil peran dalam penerbangan tertutup bagi mereka selama 30 tahun terakhir.