Imbas ditutupnya rute dari dan ke Cina, umrah, dan beberapa rute jarak jauh lainnya, Garuda Indonesia praktis hanya bisa memarkirkan armada widebody-nya. Namun, pesawat yang biasa didedikasikan untuk long range route atau ultra long range tersebut kini mulai digunakan untuk rute-rute gemuk Garuda Indonesia, seperti misalnya Jakarta-Denpasar.
Baca juga: Tegas! Ini Tanggapan Dirut Garuda Indonesia Terkait Pengaruh Diskon Tiket Pada Demand Penumpang
“Jadi beberapa rute yang gemuk, kita ganti dengan pesawat lebih besar. Contohnya, rute Jakarta-Denpasar. Sebelumnya pakai Boeing 737 kita ganti dengan Airbus (A-330-300 dan A330-200),” ujar Irfan kepada KabarPenumpang.com saat ditemui di kantornya, di Garuda Indonesia Kebon Sirih, beberapa waktu lalu.
Selain bagian dari strategi atau recovery plan Garuda Indonesia dalam menghadapi kondisi penerbangan global yang memburuk, lanjut Irfan, pengoperasian armada widebody untuk rute-rute domestik (Jakarta-Denpasar) juga merupakan sebuah respon dari maskapai atas berbagai masukan dari masyarakat, dalam hal ini untuk menjajal layanan pesawat widebody.
“Ini (kebijakan pengoperasian armada widebody untuk rute domestik) juga merespon feedback dari penumpang, ‘kok saya naiknya pesawat kecil, narrowbody style’ maunya naiknya widebody. Saya bilang, narrowbody kan enak, karena dia kan kecil tiga-tiga begitu, keluarnya juga ga rebutan dengan orang. Tapi again ini masalah psikologis, jadi beberapa ada yang kita relokasi dan beberapa lainnya akan kita buka (untuk) rute baru,” tambahnya.
Seperti dilihat dari situs resmi Garuda Indonesia, kebijakan maskapai untuk mengoperasikan armada widebody memang benar adanya, meskipun belum seluruh rute Jakarta-Denpasar menggunakan armada widebody. Misalnya, pada penerbangan Rabu, (11/3), Garuda Indonesia memiliki total 12 keberangkatan, dimana empat di antaranya menggunakan armada widebody (Airbus A330-300) dengan konfigurasi yang beragam, mulai dari kelas ekonomi (seluruhnya dengan total 360 penumpang) serta kelas ekonomi dan bisnis. Sisanya, masih menggunakan pesawat narrowbody atau satu lorong, dalam hal ini Boeing 737-800NG.
Dari kedua pesawat tersebut, tentu saja terdapat beberapa spesifikasi yang berbeda, mulai dari kapasitas, kemampuan atau daya jelajah pesawat, kecepatan maksimal, hingga panjang dan lebar pesawat. Biasanya, perbedaan yang paling dirasakan penumpang ketika terbang menggunakan pesawat widebody dan narrowbody adalah dimensi pesawat, mengingat, pesawat Airbus A300-00 memiliki dimensi hampir dua kali lipat dibanding pesawat Boeing 737-800NG. Jadi, lebih nyaman (karena tidak merasa sempit) dalam menemani penerbangan, sekalipun untuk jarak pendek.
Sebetulnya, kebijakan Garuda Indonesia untuk menggunakan armada widebody untuk rute domestik dengan durasi kurang lebih 1 jam 30 menit bukanlah kebijakan baru. Pada tahun 2015 lalu, national flag carrier tersebut juga pernah menerapkan kebijakan serupa. Hanya saja, kala itu untuk periode yang cukup singkat, yakni 14-17 Agustus saja, bukan untuk periode yang cukup lama seperti sekarang ini.
Baca juga: Garuda Indonesia Terbangi Hampir Seluruh Kota di Dunia via Amsterdam dan Tokyo
Kebijakan tersebut tentu saja bukan tak berisiko. Bila okupansi rendah, maka akan sangat merugikan maskapai, mengingat biaya operasional armada widebody jauh lebih besar ketimbang armada narrowbody. Begitupun sebaliknya, bila okupansi atau load factor tinggi, maka maskapai bisa memetik profit luar biasa. Skema bisnis seperti ini juga bukanlah barang baru. Pada tahun 1927, maskapai legendaris, Pan American (Pan Am), juga pernah melakukan strategi bisnis seperti itu dan berhasil mencapai profit luar biasa.
Di dunia, dalam hal ini terkait respon maskapai terhadap virus corona, kebijakan memaksimalkan armada widebody karena banyaknya armada tersebut yang grounded akibat sepinya penerbangan, juga sebetulnya sudah mulai dilakukan oleh beberapa maskapai besar, seperti United Airlines, American Airlines, Delta Airlines, dan Air Canada.
Pesawat Widebody milik Garuda Indonesia dipakai untuk penerbangan domestic, pesawat widebody seharusnya dipergunakan untuk penerbangan internasional,tetapi karena adanya virus corona menyebabkan penerbangan internasional menjadi sepi, maka maskapai mengambil kebijakan agar pesawat widebody dipergunakan untuk penerbangan domestic agar tdk grounded, hal ini akan menjadi daya tarik tersendiri,karena masyarakat dpt menikmati pesawat besar dlm penerbangan domestic. Tapi hal ini ada dampak positif dan negatifnya jika banyak penumpang yg tertarik maka maskapai garuda akan memetik profit yg luar biasa, tetapi jika kurang peminat maskapai garuda akan rugi cukup besar.
Dengan adanya virus corona ini sebenarnya dapat merugikan maskapai garuda sendiri apa bila terus melakukan penerbangan domestik dengan wide body di karena kan virus corona pun sudah merebak di indonesia dan menimbulkan ke khawatiran pula terhadap masyarakat untuk berpergian walaupun domestik, sehingga dengan kebijakan tersbut dapat membuat rugi perusahaan sangan besar