Agaknya sepanjang tahun 2019 ini, satu nama varian pesawat yang menjadi pusat perbincangan banyak pihak adalah 737 MAX rilisan Boeing. Ya, bagaimana tidak, pada 29 Oktober 2018 kemarin, Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air jatuh di perairan Tanjung Karawang dan menewaskan 189 orang. Lima bulan berselang, tepatnya pada 10 Maret 2019, pesawat dengan jenis yang sama yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines juga mengalami kecelakaan di Addis Ababa.
Baca Juga: Akankah Boeing 737 MAX Kembali Mengudara di Kuartal Pertama 2020?
Wajar saja adanya jika varian pesawat Boeing 737 MAX ini meramaikan pemberitaan internasional – terlebih ketika satu-per-satu ‘borok’ perusahaan terungkap, memegang peranan sebagai ‘bumbu pelengkap’ dari rangkaian panjang kasus ini.
Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan oleh Boeing agar varian 737 MAX ini bisa kembali mengudara. Ya, masih lekang dalam ingatan dimana salah satu buntut yang paling fenomenal dari insiden jatuhnya dua pesawat di atas adalah grounded besar-besaran yang dilakukan oleh semua pengguna varian Boeing 737 MAX – hal ini dilakukan mengingat mereka enggan mempertaruhkan nyawa penumpang dan reputasi perusahaan. Bahkan hingga saat ini, Boeing 737 MAX masih tidak diijinkan untuk melakukan operasi komersial.
Pada pertengahan tahun 2019, Presiden AS Donald Trump sempat mengeluarkan pernyataan yang mengisyaratkan agar Boeing me-rebranding varian 737 MAX guna membuang sial dan membuka lembaran baru bagi masa depan varian yang lebih cerah. Namun jalan pikiran Presiden kontroversial ini tidak lantas diamini Boeing, mereka masih mempertimbangkan tentang rebranding dari varian tersebut.
Pada pemberitaan terakhir yang dirangkum KabarPenumpang.com dari laman forbes.com (29/12), di tengah isu soal rebranding terhadap varian 737 MAX, maskapai asal Cina, Xiamen Air hadir dengan penamaan 737-8 pada bagian depan pesawat, padahal pesawat terkait merupakan tipe 737 MAX yang pertama kali diterima perusahaan pada Mei 2018 silam. Jika disangkut-pautkan dengan isu rebranding ini, maka penamaan di Xiamen Air bukanlah sebuah masalah.
Namun dari 54 unit Boeing 737 MAX yang dimiliki oleh Xiamen Air, hanya ada 11 unit saja yang tetap memiliki nama MAX di body pesawat. Jika ditelaah lebih jauh lagi, tidak hanya Xiamen Air saja yang tidak mencantumkan embel-embel MAX di pesawat yang dioperasikannya – melainkan juga WestJet, Flydubai, Ryanair, dan beberapa maskapai lainnya.
Ternyata, penamaan dari suatu maskapai ini bukanlah hal mutlak, dimana pihak maskapai harus tunduk pada peraturan tersebut. Ini terlihat dari berbagai variasi penamaan pada satu varian yang sama (Boeing 737 MAX).
Terlepas dari isu rebranding ini, pihak Boeing agaknya harus semakin getol menstimulasikan kepada masyarakat bahwa varian 737 MAX ini sudah mengalami upgrade dan layak untuk terbang – selagi mereka masih menunggu proses sertifikasi dari pihak FAA yang akan menjadi gong penanda varian ini bisa kembali mengudara.