Ada yang mondar-mandir tidak jelas, ada yang duduk tenang sembari mendengarkan tembang favorit dari gadget masing-masing, hingga ada yang rela meninggalkan ruang tunggu keberangkatan hanya untuk membakar tembakau demi menenangkan diri. Ya, itulah kira-kira skema yang dapat Anda lihat ketika pesawat Anda mengalami keterlambatan pemberangkatan. Tidak puas dengan pelayanan pihak maskapai? Tentu pertanyaan ini tidak bisa digeneralisasi mengingat treatment yang berbeda dari masing-masing maskapai dalam menangani keterlambatan pemberangkatan.
Baca Juga: Terkendala Masalah Komputer, Ratusan Penerbangan British Airways Dibatalkan
Menilik pada fenomena yang ada di Indonesia, mungkin nama maskapai swasta Lion Air menjadi yang paling depan muncul ketika membicarakan soal keterlambatan. Dari sekian banyak kasus keterlambatan yang dilakukan oleh Lion Air, tidak banyak kompensasi yang diberikan oleh pihak maskapai kepada penumpang – apakah itu berupa pemberian makanan dan minuman, akomodasi penumpang (diberi voucher menginap apabila yang tertunda adalah penerbangan tengah malam), atau bahkan refund tiket penumpang.
Mungkin Anda masih ingat dengan kasus mati listrik pada pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT556 tujuan Jakarta – Yogyakarta. Kasus yang terjadi pada tanggal 15 November 2018 lalu ini mengakibatkan penumpang mengalami keterlambatan pemberangkatan hingga kurang lebih tiga jam lamanya dan pihak maskapai hanya memberikan kompensasi berupa nasi bungkus dengan isi yang bisa dibilang seadanya.
Namun bagaimana dengan maskapai yang ada di luar sana? Apakah mereka berlaku sama dengan apa yang dilakukan oleh Lion Air di Indonesia?
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman mirror.co.uk (26/7), ternyata salah satu maskapai asing di luar sana yang terkenal memiliki citra buruk dalam menangani keterlambatan pemberangkatan adalah British Airways. Dalam sebuah survei, satu dari tujuh penumpang maskapai dari Tanah Britania ini puas dengan keluhan keterlambatan penerbangan yang mereka lontarkan.
“Penumpang bukan hanya kecewa terhadap pelayanan pihak maskapai yang buruk – bahkan British Airways gagal dalam menangani keluhan penumpang ketika ada penerbangan ditunda atau dibatalkan,” ujar seorang pelancong, Naomi Leach.
Berbanding terbalik dengan maskapai kontoversial asal Irlandia, Ryanair, dimana sekitar 58 persen dari keseluruhan penumpang mengaku puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak maskapai – terlebih ketika penerbangan mereka mengalami penundaan atau pembatalan.
Tidak usah menanyakan tentang maskapai kelas wahid lainnya dalam urusan menangani penumpang. Presentase kepuasan penumpang dari beberapa contoh maskapai wahid adalah: Emirates 74 persen, Jet2 dan Virgin Atlantic dengan angka 73 persen.
Baca Juga: Dua Hari Tanpa Akomodasi dan Makanan, 200 Penumpang British Airways Terlantar di Bandara
Aksi serampangan yang dilakukan oleh pihak British Airways ini agaknya sudah bukan menjadi sebuah rahasia lagi. Pukul mundur ke 1 November 2018 silam, dimana kurang lebih 200 penumpang British Airways Flight 2036 ini terlantar di John F. Kennedy International Airport di New York selama dua hari setelah sebelumnya penerbangan yang menghubungkan Orlando dengan Gatwick International Airport mengalami kendala mesin dan memaksa pilot untuk melakukan pendaratan darurat di New York.
Menurut penuturan salah satu penumpang, pihak maskapai terkesan lepas tangan terkait insiden tersebut – tidak ada koompensasi berupa makanan, minuman, atau bahkan akomodasi penumpang. Walhasil, penumpang British Airways Flight 2036 ‘dipaksa’ beristirahat di sekitaran bandara dengan fasilitas seadanya.