Sektor aviasi Indonesia belakangan tengah disoroti media, pasalnya sejumlah kejadian penting berkecamuk di dalamnya – mulai dari jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air di perairan Tanjung Karawang pada akhir tahun 2018 silam, lalu ada lagi penetapan tarif bagasi berbayar, hingga yang paling anyar adalah penetapan tarif batas atas. Selain itu melonjaknyaharga tiket juga sedikit banyaknya mempengaruhi minat penumpang untuk melakukan perjalanan udara – apalagi dengan menggunakan layanan full service seperti Garuda Indonesia.
Baca Juga: Laba Kian Mengering, Garuda Indonesia Terpaksa Hentikan Sejumlah Rute
Gencarnya isu yang menyebutkan bahwa sang flag carrier Indonesia ini mulai tertatih untuk melanjutkan persaingan bisnis airlines di Tanah Air. Pada pemberitaan sebelumnya, disebutkan bahwa Garuda Indonesia akan menghentikan sejumlah penerbangan jarak jauhnya terkait dengan prinsip ekonomi yang tidak tecapai sempurna – cenderung nombok.
Terkenal sebagai layanan penerbangan paling bergengsi asli Tanah Air, sudah sewajarnya jika pasar dari Garuda Indonesia terbatas dari kalangan kocek menengah ke atas – berbanding terbalik dengan prinsip sebagian masyarakat Indonesia yang tidak terlalu mementingkan modanya, selama itu murah.
Tidak hanya karena stigma itu saja, menjamurnya maskapai low-cost carrier di Indonesia juga semakin membelenggu nafas dari sang maskapai plat merah. Otomatis, pasar low-cost carrier akan dengan mudah memenangkan persaingan dengan embel-embel tiket murah.
“Ya, ketimbang harus mengedepankan gengsi dengan naik maskapai full service, toh tidak ada bedanya dengan naik low-cost carrier? Toh sampainya juga sama, dan sama-sama cepat pula,”
Begitulah kurang lebih stigma yang terus berputar di masyarakat yang pada akhirnya semakin memutus udara ke tubuh Garuda Indonesia.
Selain itu, faktor pergantian manajemen yang bisa dibilang cukup sering dalam rentang waktu beberapa tahun terakhir juga sedikit banyaknya mempengaruhi kinerja maskapai, karena beda kepala yang memimpin, maka beda pula visi, misi, hingga strategi dalam mengembangkan bisnis yang terkenal ribet ini.
Baca Juga: Boeing 737 Garuda Indonesia Dipasangi Livery Mitsubishi Xpander! Ada Apa?
Amat di sayangkan sebenarnya ketika mendengar Garuda Indonesia harus menghentikan rute penerbangannya menuju Benua Biru – karena alih-alih menghentikan rute tersebut, bukankah lebih baik untuk terus memperbanyak rute sehingga konektivitasnya semakin bertambah pula?
Namun kembali lagi kepada prinsip ekonomi di atas, daripada menjalankan rute yang memiliki margin keuntungan tipis, alangkah lebih baiknya lagi untuk mengoperasikan rute yang potensial untuk mendatangkan laba terhadap perusahaan.