Kabar kurang mengenakkan datang dari maskapai plat merah asal Tanah Air, Garuda Indonesia yang dikabarkan akan melakukan evaluasi penerbangan di rute domestik dan internasional. Hal ini ditempuh sebagai langkah tindak lanjut atar kondisi perekonomian perusahaan yang kian memburuk. Menurut Direktur Niaga Garuda Indonesia, Pikri Ilham, penutupan maupun pengurangan frkuensi penerbangan ini akan dilakukan agar perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini masih bisa mendapatkan laba.
Baca Juga: Boeing 737 Garuda Indonesia Dipasangi Livery Mitsubishi Xpander! Ada Apa?
“Kita baru melakukan evaluasi, kita terpaksa melakukan itu (penutupan dan pengurangan penerbangan) agar kita tidak rugi sampai akhir tahun,” ujar Pikri, dikutip KabarPenumpang.com dari laman republika.co.id (22/5/2019).
Pikri menambahkan, penutupan rute ini akan dilakukan untuk penerbangan domestik yang memakan biaya mahal dengan tingkat keterisian penumpang (load factor) yang minim. Rute dengan karakteristik itu utamanya adalah tujuan ke daerah terpencil dan terluar – terutama kawasan Indonesia Timur.
Tercatat memiliki 80 rute penerbangan domestik, Pikri mengatakan bahwa perusahaan tidak akan sekonyong-konyong menutup rute-rute menuju Indonesia Timur tersebut, tanpa ada sebuah pertimbanga yang matang – karena pasalnya, daerah Indonesia Timur sangat minim aksesibilitas jalur darat, berbanding terbalik dengan di wilayah Indonesia Barat yang sudah saling tersambung dengan jalan-jalan nasional.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara menambahkan bahwa pihak maskapai akan mengurangi rute penerbangan menuju Belitung, Morotai, Maumere, hingga Bima. Ari mengatakan bahwa harga bahan bakar di daerah-daerah tersebut juga lebih mahal dan bisa mencapai 80 persen harga normal.
Untuk rute internasional sendiri, Pikri menambahkan bahwa rute yang kurang menguntungkan bagi flag carrier Indonesia ini adalah Jakarta – Amsterdam, salah satu rute terpanjang yang dilayani Garuda Indonesia. Terlepas dari kondisi load factor, rute penerbangan yang menelan biaya operasi seharga US$400 ribu (Rp5,8 miliar) ini beroperasi enam kali dalam seminggu. Dapat Anda bayangkan berapa yang harus dikeluarkan dari kocek perusahaan untuk melakoni satu rute penerbangan ini saja dalam satu minggu?
Baca Juga: 9 Kali Sehari, Garuda Indonesia Lakukan Codeshare dengan Singapore Airlines
Jika merunut ke akar masalahnya, salah satu faktor yang menyebabkan maskapai ini menutup sejumlah rutenya dalah karena kebijakan pemerintah yang meminta maskapai menurunkan tarif batas atas (TBA) harga tiket pesawat sebesar 15%.