Dengan ditemukannya komponen blackbox – Cockpit Voice Recorder (CVR) dari Boeing 737 MAX 8 Lion Air JT-610 2,5 bulan setelah kecelakaan maut yang menewaskan 189 penumpang pada akhir Oktober 2018 silam di perairan Tanjung Karawang, seolah siap untuk mengungkapkan apa yang melatarbelakangi jatuhnya pesawat ini. Salah satu bagian inti dari blackbox tersebut, CVR dari pesawat nahas ini kini tengah ramai diperbincangkan – pasalnya, dalam rekaman detik-detik sebelum pesawat tersebut jatuh, terungkap kepanikan yang luar biasa dari ruang kemudi pesawat.
Baca juga: Setelah MPV Everest Gagal, Justru KRI Spica 934 Berhasil Temukan CVR Lion Air JT-610
Pada Rabu (20/3/2019), media asing Reuters mempublikasikan tiga sumber yang mengetahui isi dari CVR tersebut, dan ini merupakan kali pertamanya isi dari CVR diungkap ke hadapan publik. Kendati begitu, Reuters tidak memilki rekaman atau bahkan transkrip dari isi CVR tersebut. Dalam hal ini, kemungkinan tiga sumber yang mengetahui isi dari CVR ini adalah Boeing, Lion Air, dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Seperti yang dirangkum KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber, salah satu narasumber dari Reuters mengatakan bahwa pilot Bhavye Suneja asal India meminta kopilot untuk mengecek buku pegangan referensi cepat yang berisi check list untuk peristiwa abnormal. Dari sini, suasana di dalam kokpit mulai dirundung kepanikan.
Mengutip dari laman detik.com, dalam 9 menit berikutnya, sistem pesawat memberi tahu pilot bahwa pesawat dalam kondisi stall dan mendorong hidung pesawat ke bawah sebagai responsnya. Pilot berusaha untuk menaikkan hidung pesawat tetapi komputer masih salah mendeteksi stall. Akibatnya, hidung pesawat terdorong ke bawah oleh sistem trim pesawat. Normalnya, trim berfungsi untuk menyesuaikan permukaan pesawat sehingga tetap terbang lurus.
Ketika kondisinya sudah semakin mengerikan, sang pilot lalu meminta kopilot untuk mengambil alih sistem kemudi, sementara ia mengecek buku panduan untuk mencari solusi dari masalah di dalam pesawat tersebut. Di detik-detik akhir, terdengar pilot meminta kepada ATC di sekitar untuk membersihkan jalur penerbangan di ketinggian 3.000 kaki, dan meminta ijin untuk meningkatkan ketinggian pesawat menuju ketinggian 5.000 kaki – dan disetujui.
Namun sayang, ketika pilot tengah berusaha untuk mencari solusi pada penerbangan Lion Air JT-610, kopilot Harvino asal Indonesia tidak mampu mengendalikan pesawat tersebut. Kumandang takbir dari kopilot Harvino lalu mengakhiri rekaman penuh kengerian tersebut.
Kendati pemberitaan ini sudah kadung tersebar luas, namun pihak KNKT selaku salah satu institusi yang memiliki ‘kendali’ untuk mempublikasikan pemberitaan semacam ini mengatakan bahwa rekaman tersebut tidaklah sama dengan fakta yang terpapar di dalam CVR.
Baca Juga: Pesawat Secanggih Boeing 737 Max 8, Mungkinkah Mengalami Stall?
“Dengan demikian, menurut KNKT isi berita itu adalah opini seseorang atau beberapa orang yang kemudian dibuat seolah-olah seperti isi CVR,” ujar Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono dalam konferensi pers, Kamis (21/3/2019).
Jika mundur lagi ke belakang, preliminary report KNKT memfokuskan pada masalah Angle of Attack (AoA) pada penerbangan Lion Air JT-610.
“Digital Flight Data Recorder (DFDR) mencatat perbedaan antara AoA kiri dan kanan (sayap) sekitar 20 derajat dan berlanjut hingga akhir rekaman,” ujar investigator KNKT Subkomite Penerbangan, Nurcahyo Utomo (28/11/2018).
KNKT sendiri mengatakan bahwa pihaknya akan merilis temuan mereka berdasarkan CVR dan FDR pada rentang bulan Juli hingga September 2019 mendatang.