Pemberitaan tentang pembatalan pesanan armada Airbus A380 yang dilontarkan sejumlah maskapai, seperti Qantas dan Emirates tentu masih menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan. Terutama dari Emirates selaku konsumen utama dari super-jumbo jet ini, pembatalan pesanan ini bisa jadi chapter terakhir dari kiprah A380 di dunia aviasi global.
Baca Juga: Etihad dan Emirates, Jadi Maskapai Paling Ramah Bagi Keluarga
Ketimbang rivalnya, Boeing, nama Airbus kali ini lebih menuai sorotan dari publik, pasalnya raksasa manufaktur asal Eropa ini telah mendapat pembatalan pesanan dari sejumlah maskapai. Selain kedua maskapai di atas, Airbus juga dikabarkan baru saja mencapai kata sepakat dengan maskapai asal Timur Tengah, Etihad guna mestrukturisasi sejumlah pesanan pesawatnya – pun dengan Boeing.
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman seekingalpha.com (21/2/2019), ada banyak isu yang berkembang perkara restrukturisasi pesanan Etihad ke kedua jet maker ini. Ada sumber yang mengatakan bahwa maskapai terbesar kedua di Uni Emirat Arab ini sudah terlalu banyak memiliki pesanan pesawat. Bukan tanpa landasan data, di Juni 2018, Etihad tercatat memiliki sekiranya 165 pesanan armada, termasuk 62 unit Airbus A350, 52 unit Boeing 787, 26 unit Airbus A321 neo, dan 10 Airbus A320 neo.
Namun terkait beredarnya isu ini, perlahan angka pun mulai mencuat. Mengutip dari laman sumber lain, Etihad akan merevisi pesanannya menjadi lima unit Airbus A350, 26 unit Airbus A321 neo, enam unit Boeing 777, dan sejumlah Boeing 787 Dreamliner – dimana Etihad enggan membocorkan angka presisi dari revisi pesananannya terhadap pesaing Airbus A380 ini.
Baca Juga: Etihad Airways Buka Lowongan Global di 19 Kota Dunia
Namun jika ditilik dari pendapatan perusahaan dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Etihad mengalami kerugian hingga lebih dari US$3,5 miliar atau yang setara dengan Rp49,05 triliun. Belum lagi di November 2017, dimana pergantian CEO Etihad terjadi – Tony Douglas menggantikan James Hogan, yang diikuti oleh pemotongan pesanan 10 unit Airbus A320 neo dan penghentian kerja dari sekira 50 pilot.
Akankah krisis yang tengah melanda sejumlah maskapai beken ini akan terus ‘menggerogoti’ pendapatan dari para manufaktur burung besi ini?