Pemerintah Amerika Serikat tidak lagi mengijinkan pendatang dari 13 Negara Afrika dan kawasan Timur Tengah untuk membawa gadget seperti komputer dan laptop ke dalam kabin pesawat. Keputusan tersebut tertera dalam email yang dikirimkan oleh pihak US Transportation Safety Administration (US TSA) kepada pihak maskapai. Untuk gadget kecil semacam handphone masih boleh masuk ke dalam kabin, tetapi untuk gadget yang ukurannya lebih besar seperti tablet, kamera, dan laptop mesti masuk ke dalam bagasi.
Masih belum jelas maskapai mana saja yang terkena imbas dari peraturan baru ini, tapi media The Guardian melaporkan ada 2 maskapai yang sudah menerapkan peraturan baru ini, yaitu Royal Jordanian dan Saudia Airlines. Maskapai yang memiliki waktu terbang 96 jam harus menaati peraturan baru ini.
Peraturan ini dibuat bukan tanpa alasan, ini merupakan sebuah tindakan preventif untuk menanggulangi adanya bahaya dari ancaman terorisme. Sumber lain mengkonfirmasi laporan Associated Press yang menyebut larangan ini berdampak pada 10 bandara di 8 negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menolak berkomentar terkait terbitnya peraturan baru ini, namun diperkirakan akan ada pengumuman resmi dalam waktu dekat ini. Pemerintah juga tidak memberikan detil alasan serta batas waktu peraturan ini akan berlaku. Sementara itu, pihak maskapai Royal Jordanian sempat memposting kicauannya di Twitter mengenai larangan tersebut, isinya adalah, “mengikuti intruksi terkait dari pemerintah AS.” Dalam kicauan yang berbeda, pihak maskapai memberitahu tentang pemberlakuan peraturan ini.
“Peraturan ini akan diberlakukan per tangga 21 Maret 2017, meliputi penerbangan jurusan New York, Detroit, Chigago, dan Montreal, 2 tujuan terakhir merupakan layanan penerbangan gabungan. Baca intruksi ini baik-baik sebelum berita dihapus. Terima kasih atas perhatiannya.”
Mungkin ini adalah bentuk nyata pencegahan terhadap terorisme setelah kejadian pada Februari lalu dimana seorang penumpang membawa bom laptop ke dalam kabin pesawat asal Dubai. Pesawat tersebut rusak sesaat setelah lepas landas dari Bandara Mogadhisu, Somalia, namun pilot berhasil untuk mendaratkan pesawat. Setelah dilakukan investigasi, kejadian menewaskan 1 orang yang tersedot keluar kapal dan disinyalir merupakan orang yang membawa bom ke dalam kabin.
Tak lama setelah kejadian tersebut, kelompok militan al-Shabab yang masih memiliki koneksi dengan jaringan al-Qaeda mengaku bertanggung jawab terkait kejadian nahas tersebut. atas pernyataan inilah yang mungkin menjadi perhatian pihak intelijen AS.
Hingga kini, masih belum ada pihak berwenang yang mau memaparkan alasan lengkap dari peraturan baru ini.