Salah satu raksasa manufaktur pesawat, Airbus memberikan tanda bahwa perusahaan akan memberhentikan proses produksi dari pesawat penumpang terbesar saat ini, Airbus A380. Keputusan ini diambil bukan tanpa alasan. Perkembangan pesawat narrow body yang mampu melakoni penerbangan jarak jauh non-stop lah yang pada akhirnya mematikan pasar dari pesawat superjumbo jet ini.
Baca Juga: Dinilai Kurang Efisien, Akankah Airbus A380 Berjaya 20 Tahun Mendatang?
Di awal tahun 2018 kemarin, pihak Airbus mengatakan bahwa mereka sangat bergantung pada perjanjian jangka panjang dengan maskapai Emirates untuk menyediakan pasokan armada yang stabil. Sampai-sampai, kepala penjualan Airbus, John Leahy mengatakan bahwa, “Apabila kami tidak bisa menyepakati perjanjian dengan Emirates, tidak ada pilihan lain selain menghentikan program ini,”
Tidak bisa dipungkiri, Emirates merupakan salah satu kostumer terbesar dari Airbus A380. Namun jika ditelisik sejarahnya, Airbus A380 sendiri sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1980-an, dima akal aitu, Airbus memplot A380 sebagai kompetitor dari Queen of the Skies, Boeing 747 yang sangat ikonik.
Dilansir KabarPenumpang.com dari laman simpleflying.com (2/1/2019), jenis pesawat terbesar yang ditawarkan Airbus pada saat itu adalah A300. Sementara untuk twin-engine A330 dan four-engine A340 masih dalam tahap pengembangan. Namun, pesawat ini tidak dapat menembus segmen pesawat berdaya angkut besar.
Lalu pada pertengahan tahun 1990-an, Airbus berusaha mengembangkan pesawat berdaya angkut besarnya sendiri. Kala itu, Airbus datang dengan dua proposal yang berbeda dan melabeli armada A380 dengan nama A3XX. Adapun isi dari proposal yang pertama adalah Airbus akan membuat pesawat extra-wide dengan dua fuselage dari A340. Sedangkan proposal yang satunya lagi berisikan rencana perusahaan untuk merakit pesawat double-decker.
Setelah melewati serangkaian masalah dalam tahap desainnya, akhirnya Airbus berhasil meluncurkan pesawat A3XX dengan nama A380 di tahun 2000. Angka “8” dalam A380 sendiri merepresentasikan kabin double-decker yang diaplikasikan pada armada tersebut. Seketika proyek pesawat raksasa ini diluncurkan, Airbus langsung mendapatkan 50 pesanan dari lima maskapai dan perusahaan leasing: Air France, Emirates, Qantas, Singapore Airlines, Virgin Atlantic, dan International Lease Finance Corp.
Baca Juga: Efisiensi Biaya Operasional Jadi Alasan Utama Anjloknya Permintaan Terhadap Airbus A380
Penerbangan perdana dari A380 ini sendiri terjadi pada 27 April 2005. Namun karena saking kompleksnya keseluruhan struktur dari A380, membuat perusahaan seolah kewalahan dalam menjabani pesanan yang sudah masuk. Keterlambatan pengiriman dari pihak Airbus ke maskapai merupakan bukti nyata dari rumitnya struktur dari A380 yang digadang-gadang harganya mencapai Rp81,4 triliun untuk 1 unitnya.
Dibutuhkan waktu sekira dua tahun sejak penerbangan perdana untuk Airbus mengirimkan armada A380 pertamanya kepada pelanggan pertama, Singapore Airlines. Armada A380 dengan nomor penerbangan SQ380 ini melayani rute Singapura – Sydney.
Kendati isu penghentian produksi ini kian santer terdengar, namun nama Airbus A380 akan tetap fenomenal, layaknya Boeing 747.