Penutupan penerbangan langsung rute Jakarta-London PP, memiliki dampak yang cukup besar bagi para pelanggan Garuda Indonesia. Namun meski begitu Garuda Indonesia tetap membuka rute tersebut hanya saja dengan menggunakan penerbangan tranfer baik dengan pesawat Garuda atau lainnya yang berbagi codeshare.
Baca juga: Tutup Rute Penerbangan Langsung Jakarta-London, Ada Apa dengan Garuda Indonesia?
“Pelanggan Garuda bisa menggunakan pesawat penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam dan bisa melanjutkan ke London dengan pesawat Garuda kita sendiri atau codeshare dengan KLM atau yang lainnya,” ujar Direktur Komersial dan Cargo Internasional, Sigit Muhartono kepada KabarPenumpang.com, Kamis (6/9/2018).
Dia mengatakan, penghentian rute penerbangan langsung dari Jakarta menuju London PP tersebut tidak ada kaitannya dengan pemeberhentian rute lain sebelumnya. Sigit menjelaskan penutupan rute ini sendiri memilik rumus tertentu sebab setiap maskapai pastinya akan memiliki rute kemana pun dan menghasilkan profit.
“Jadi gini, kalau saya bisa sampaikan penutupan rute London itu penyebabnya banyak faktor, ini adalah kombinasi beberapa hal. Pertama adalah faktor bahwa kita pengen mengoptimize karena kita punya rotasi dari pesawat kita. Yang namanya sewa pesawat, sudah pasti pesawat ini harus terbang terus dan jangan sampai berhenti karena dengan terbang terus mendapat revenue,” ujar Sigit.
Dia menegaskan, yang seharusnya optimal menjadi tidak optimal dimana terlalu lama untuk menunggu saat di London dan bisa dikatakan satu rotasi tersebut terganggu. Hal ini membuat Garuda Indonesia berpikir untuk membuat pesawat tersebut terus terbang dan mengefektifkan jam terbangnya. Faktor kedua yang dikatakan Sigit adalah masalah limitasi dari infrastruktur.
“Kita punya infrastuktur kebandaraan dari Indonesia itu masih belum bisa mendukung penerbangan kita yang Jakarta-London. Kemudian yang ketiga adalah faktor potensi market segala macam kita bisa melakukan banyak cara, misalnya Eropa, kita lihat sekarang karena limitasi daripada dukungan infrastuktur tadi dan lain sebagainya, London marketnya memang ada tapi gak kita serve Jakarta-London langsung, karena cost kita psti nambah dan mahal, karena penerbangan langsung ke London, hampir 14 jam, ya mungkin 12 atau 13 jam tapi hampir 14,” kata Sigit.
Dia menambahkan, masalah limitasi karena infrastruktur sehingga Garuda Indonesia tidak bisa optimal dalam pengangkutan penumpang. Dimana dengan bahan bakar penuh tetapi penumpang yang dibawa dibatasi hanya 75 persen dari kursi yang ada.
“Karena ini kita tidak bisa mengangkut secara maksimum. Kalau ada kursi 100 yang bisa di angkut hanya 75 penumpang. Padahal pelanggannya sendiri sekitar 500 ribu orang dari Jakrata ke London pertahunnya,” tutur Sigit.