Sejak pertengahan 2017, Qatar mendapat prahara dahsyat, lantaran negeri di jazirah Arab ini dikucilkan oleh negara-negara tetangganya, yakni Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Yaman, dan Uni Emirat Arab. Konkritnya kesemua negara tersebut membatasi akses ruang udara (blokade) pada Qatar. Dan setahun berlalu, blokade udara belum juga dicabut kepada Qatar.
Baca juga: Qatar di Blokade Negara-Negara Teluk, Bagaimana Nasib Qatar Airways?
Atas tekanan yang sangat besar, dampaknya pun langsung dirasakan pada industri penerbangan, seperti pada Qatar Airways selama ini dikenal sebagai salah satu maskapai terbesar di dunia. Blokade regional ini membuat Qatar Airways tak bisa terbang di beberapa rute dan hal tersebut membuat maskapai ini harus berada di titik merah keuangannya.
“Ada kemungkinan bahwa kami akan mengunggah juga kerugian di tahun keuangan kami saat ini, tetapi itu hanya kemungkinan,” ujar Akbar al-Baker Chief Executive Qatar Airways yang dikutip KabarPenumpang.com dari reuters.com (16/7/2018).
Qatar Airways sendiri saat ini telah kehilangan akses di 18 kota di Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir dan Bahrain pada pertengahan 2017 lalu. Keempat negara tersebut memutus hubungan setelah menuduh Qatar mendukung terorisme, meskipun Qatar telah membantahnya.
Pembatasan berarti perusahaan diatur untuk mengunggah apa yang dikatakan Akbar akan menjadi kerugian yang sangat besar untuk tahun keuangan yang berakhir Maret 2018 kemarin. Namun sayangnya hal tersebut belum dipublikasikan, Akbar mengatakan ini akan diumumkan dalam beberapa minggu mendatang.
Tetapi untuk tahun ini, dia mengatakan maskapai mungkin dapat mengurangi dampak dari blokade, yang termasuk larangan menggunakan wilayah udara di atas empat negara, yang berarti beberapa penerbangannya harus mengambil rute yang lebih lama. Meski terhalang pembatasan tapi Qatar Airwasy tak kehilangan akal dan mengimbanginya dengan memulai di 18 rute baru. Dengan ini juga bisa membuat investasi untuk meningkatkan hasil meski terkena pembatasan.
“Kami akan mencoba melakukan investasi yang akan memberi kami laba untuk mengurangi dampak negatif pada lini bawah perusahaan kami,” katanya.
Baca juga: Terlepas Soal Boikot, Qatar Masih Rajai Penerbangan Langsung Jarak Jauh di Dunia
Diketahui, Qatar Airways sudah menjadi investor di British Airways, pemilik IAG (ICAG.L), dengan memiliki sekitar 20 persen saham dan tahun lalu membeli saham di maskapai Italia, Meridiana. Akbar mengatakan tidak melihat situasi dengan blokade yang meningkat dalam waktu dekat. Dia juga menambahkan perusahaan penerbangan itu hanya dilindungi oleh bahan bakar dan mungkin perlu lebih berhati-hati di masa depan karena harga minyak naik.
“Saya prihatin dengan harga minyak. Untuk saat ini Qatar Airways cukup terlindung, yah kalau sudah tiba saya mungkin harus (hedge),” kata Akbar.