Penumpang dengan pembawa influenza atau infeksi pernapasan lainnya bisa menularkan ke penumpang lainnya melalui tetesan cairan dari bersin atau saat batuk dan menutup mulut menggunakan tangan. Apalagi penularannya juga tidak akan mungkin ke semua penumpang dalam satu pesawat tetapi hanya yang berada di sekitaran penumpang sakit tersebut atau bersentuhan melalui benda yang di pegangnya.
Baca juga: Saat Ada Penumpang Flu di Kabin, Maka Virusnya Tak Menyebar Pada Semua Orang
Profesor Vicki Hertzberg dari Nell Hodgson Woodruff School of Nursing di Universitas Emory dan Howard Weiss yang memimpin penelitian mengatakan, pengembangan model untuk melihat penularan infeksi pernafasan atau influenza menggabungkan perkiraan infektivitas dan pola-pola kontak atau berhubungan di antara penumpang. KabarPenumpang.com merangkum dari futurity.org (21/3/2018), seperti kontak awak kabin dengan penumpang, hal ini bisa memungkinkan terkena infeksi.
Anggota tim FlyHealthy yang melakukan penelitian ini, memantau area khusus kabin penumpang dan melakukan lima perjalanan dari East ke West Coast. Perjalanan tersebut dilakukan untuk melihat dan mencatat pergerakan penumpang dan awak kabin.
Selain itu, para peneliti tersebut juga mengumpulkan sample udara dan mengambil dari permukaan yang terpapar mikroba. Para peneliti ini memanfaatkan data dari pergerakan untuk menciptakan ribuan skenario penerbangan seperti simulasi dan kemungkinan terkena paparan langsung penyakit pernapasan yang ditularkan melalui percikan cairan di permukaan dan udara.
“Penyakit pernapasan sering menyebar dalam populasi melalui kontak dekat. Kami ingin menentukan jumlah dan durasi kontak sosial antara penumpang dan kru, tetapi kami tidak dapat menggunakan teknologi pelacakan reguler kami di pesawat terbang. Dengan pengamat terlatih kami, kami dapat mengamati di mana dan kapan kontak terjadi di penerbangan. Ini memungkinkan kita untuk memodelkan bagaimana transmisi langsung mungkin terjadi,” jelas Hertzberg.
Hertzberg mengatakan, pihaknya menjadi tahu tentang bagaimana penumpang bergerak di dalam penerbangan. Mereka membuat ilustrasi dimana 40 persen penumpang tidak pernah meninggalkan tempat duduknya, 40 persen lainnya bangun satu kali selama penerbangan.
Sedangkan sisa 20 persen lainnya bangun dua kali atau lebih. Jarak ke lorong kabin juga menjadi salah satu alasan pergerakan para penumpang pesawat.
Sekitar 80 persen penumpang bergerak biasanya berada di dekat lorong, 60 persen dari kursi tengah dan 40 persen berada di kursi dekat jendela. Mereka rata-rata beranjak dari kursi sekitar lima menit.
Para peneliti juga menunjukkan transmisi paparan virus yang tetap pada permukaan tertentu seperti meja lipat, sabuk pengaman, dan pegangan toilet sebagai kemungkinan tambahan penyumbang untuk penularan penyakit. Mereka memberikan rekomendasi kesehatan masyarakat untuk membantu mencegah penyebaran penyakit menular.
“Kami menemukan bahwa penularan penyakit langsung di luar area satu meter dari penumpang yang terinfeksi tidak mungkin,” jelas Weiss.
Sebab, infeksi pernapasan juga dapat ditularkan secara tidak langsung melalui kontak dengan permukaan yang terinfeksi. Ini bisa terjadi jika penumpang yang sakit batuk di tangan mereka dan kemudian menyentuh permukaan kamar kecil atau tempat sampah.
Baca juga: Mesin Self Service di Bandara Ternyata Jadi ‘Sarang’ Kuman dan Bakteri
“Penumpang dan awak kabin dapat menghilangkan risiko penularan tidak langsung ini dengan melatih kebersihan tangan dan menjauhkan tangan mereka dari hidung dan mata mereka,” kata Hertzberg.
Penelitian ini hanya mengevaluasi potensi penyebaran agen infeksi pada pesawat terbang. Penularan juga bisa terjadi pada titik-titik lain dalam perjalanan seorang penumpang, menggarisbawahi kebutuhan untuk mempertahankan kebiasaan sehat.
Temuan lengkap dari penelitian ini muncul dalam Proceedings of National Academy of Sciences. Diketahui, pendanaan untuk penelitian tersebut berasal dari Boeing.