Belum lama ini PT Angkasa Pura I telah mencanangkan pembangunan floating airport di Bandara Internasional Ahmad Yani, Semarang. Bagi kebanyakan orang istilah floating airport masih terasa asing. Floating airport atau bandara terapung merupakan bandara yang dibangun di laut dengan perangkat seperti teknologi platform pneumatik stabil. Biasanya pembangunan bandara terapung ini dikarenakan masalah penggunaan lahan, polusi dan kebisingan pesawat terbang.
Baca juga: PT Angkasa Pura I Lakukan Topping Off Terminal Apung Bandara Ahmad Yani
Awalnya adanya pembahasan bandara terapung ini untuk penerbangan trans-Atlantik pada tahun 1930. Saat itu untuk melakukan penerbangan yang aman dengan teknologi akan dibuat delapan bandara.
Namun, untuk membangun delapan bandara ini bukanlah hal yang murah dan menghabiskan sebanyak US$12 juta atau sekitar Rp164 juta. Sayangnya gagasan bandara terapung ini terlupakan hingga tahun 1935.
Sebenarnya secara teori, masalah bandara di darat dapat diminimalisir dengan membangun bandara beberapa mil di lepas pantai. Dimana lepas landas dan pendaratan akan berakhir di atas air bukan di atas daerah dengan penduduk sehingga bisa mengurangi polusi suara dan mengurangi resiko kecelakaan pesawat terbang ke tempat tinggal penduduk di daratan.
Tetapi apakah bandara terapung menjadi kenyataan? KabarPenumpang.com merangkum dari berbagai laman sumber di Jepang yang memiliki banyak keunikan ini ternyata punya lebih dari dua bandara di laut. Berikut ini ada beberapa bandaranya yang dibagun dengan teknologi yang berhasil diterapkan dan mengambil keuntungan dari sumber daya laut yang mengelilingi semua sisi jepang dan membangun pulau buatan.
1. Bandara Osaka-Kansai
Bandara Internasional Osaka-Kansai melayani area di kota yang penuh turis seperti Kyoto dan Nara. Bisa dikatakan, bandara ini merupakan bandara terapung yang paling terkenal. Bandara ini diperkirakan dibangun sejak tahun 1980an tak lama setelah bencana melanda bandara Narita. Bandara Kansai ini merupakan bandara tersibuk kelima di Jepang dan menjadi bandara terpanjang di dunia. Teknik yang digunakan pada bandara ini terbukti bisa melawan bencana alam, seperti gempa dahsyat yang mengguncang Kobe tahun 1995.
2. Bandara Nagoya-Centrair
Secara teknis, bandara ini merupakan bandara terapung ketiga di Jepang. Dibuka tahun 2005, menjadi bandara yang memiliki penumpang tertinggi setelah Osaka-Kansai. Tahun 2016 lalu, bandara Nagoya Centrair atau Central Japan menjadi bandara satu-satunya yang memiliki jadwal penerbangan dari ke Amerika Utara.
3. Bandara Kobe
Dibuka 12 tahun setelah Osaka-Kansai, Kobe adalah bandara yang lebih kecil dari Osaka. Bandara ini hanya melayani beberapa tujuan domestik. Ini dikarenakan Kobe merupakan bagian kecil dari Kansai yang besar. Penumpang internasional yang akan berangkat dari Osaka-Kansai bisa menggunakan kereta api dari bandara Kobe diseberang teluk.
4. Bandara terapung Khyusu
Pulau Kyushu adalah rumah bagi dua bandara terapung di Jepang yakni Nagasaki dan Kitakyushu. Bandara Nagasaki ini dibangun setengahnya diatas pulau sedangkan Kitakyushu duah dibuka tahun 2006 sama dengan bandara Kobe. Kedua bandara ini memiliki lalu lintas yang relatif rendah. Jadwalnya pun dari Kitakyushu hanya ke Tokyo dan Nagoya. Tetapi dari Nagasaki ada penerbangan menuju Seoul dan Shanghai serta seluruh kota di Jepang.
Jepang yang dikelilingi lautan ini tidak heran banyak proposal yang masuk untuk membangun bandara Tokyo menjadi bandara terapung. Terutama Megafloat yang akhirnya kandas tahun 20008 dan telah diajukan. Tidak jadinya pembangunan Megafloat tersebut dikarenakan Teluk Tokyo mudah terkena tsunami.
Di luar Jepang bandara terapung terkenal adalah Bandara Internasional Hong Kong yang dibuka tahun 1998 lalu untuk menggantikan bandara di kota Hong Kong yang padat. Hong Kong mengalami tantangan teknik yang jauh lebih sedikit dibandingkan bandara Kansai karena saat pembangunannya mempelajari hal-hal yang sulit dilakukan bandara Kansai.
Baca juga: Bantai Bandara Internasional Hong Kong, Topan Hato Batalkan 400 Penerbangan
Laut sendiri sebenarnya adalah batasnya, bagaimanapun dengan mengacu pada bandara terapung saat ini, bandara-bandara tersebut bisa saja tenggelam saat pendesainan. Apalagi jika kenaikan air laut terus berlanjut dengan kecepatan saat ini. Sehingga harus mengembangkan pendekatan yang sama sekali baru ke bandara pulau.