Bentuknya berupa jalur berwarna kuning yang sangat mudah dikenali di area platform alias peron stasiun. Inilah yang disebut sebagai tactile paving atau ubin dengan ornamen ‘timbul.’ Sayangnya belum semua stasiun kereta api menerapkan adopsi tactile paving pada peronnya, sebagai contoh di kawasan Jabodetabek penggunaan tactile belum merata, terutama di stasiun-stasiun kecil.
Baca juga: Hindari Berebut Masuk KRL, PT KCJ Buat Garis Batas Antrean di Stasiun
Tactile paving ada juga yang menyebutnya sebagai blind path sejatinya adalah kebutuhan yang harus disiapkan sebagai pra sarana oleh operator layanan transportasi publik. Tactile paving meski wujudnya terasa sederhana, namun fungsinya sangat besar bagi penyandang disabilitas tunanetra. Dengan ornamen yang timbul pada paving, diharapkan tunanetra dapat memiliki panduan untuk melangkah.
Meski di panduan suara di stasiun di setting lumayan nyaring, namun olah gerak bermodalkan pendengaran saja jelas tak cukup. Dengan bermodalkan tongkat, tentunya mereka memerlukan tenaga ekstra dan kehati-hatian untuk mengenali arah yang dituju. Secara umum ada dua jenis tanda pada tactile paving, yakni bentuk garis dan titik. Pola garis menandakan boleh atau aman di lalui, sedangkan pola titik menandakan hati-hati atau berhenti.
Tactile paving tentu tak asal muncul, melainkan solusi ini hadir atas gagasan Seiichi Miyake pada tahun 1965 dan di perkenalkan di jalanan kota Okayama, Jepang pada tahun 1967, lantas Japan Railway mengadopsi bentuk paving ini dan menyebutnya Hazard Guide for The Visually Impaired.
Sekarang Tactile Paving telah menyebar keseluruh dunia, dikarenakan banyaknya modifikasi bentuk dan warna menjadikan makna dari tactile paving tidak tersampaikan, maka di buat bentuk baku dari paving ini, bentuk tonjolan memanjang dan bentuk tonjolan titik-titik. Selain mudah ditemukan di stasiun-stasiun besar, tactile paving juga menjadi standar kelengkapan pada trotoar di jalan-jalan protokol.
Baca juga: Kuburan Tak Selalu Seram, Stasiun Purwakarta Saksinya
Dari hasil pantauan, lebih banyak orang yang tak menyadari fungsi tactile paving, seperti pada trotoar di Jakarta tak sedikit kondisi tactile paving yang telah mengalami kerusakan. Pun jika lantai atau ubin mengalami kerusakan, belum tentu diganti dengan tactile paving. Sungguh ironis.