Luasnya pulau berjuluk Kepala Cenderawasih ini, ditambah dengan akses jalan yang tidak semulus dan sebesar di Pulau Jawa, membuat sebagian wilayah di Papua memiliki keterbatasan akses untuk menjangkau daerah lainnya. Maka tidak heran jika jalur udara dipilih sebagai akses yang paling relevan untuk mengkoneksikan dua daerah yang terpisah luasnya hutan belantara di Papua. Tapi, jangan harap Anda dapat naik pesawat dari bandara besar seperti di Ibukota, sebab hanyalah landasan udara kecil yang siap menyambut perjalanan Anda.
Baca Juga: ATR-72 600, Pesawat Tercanggih Untuk Penerbangan Perintis Nasional
Sebut saja landasan udara Kegata yang terletak di Piyaiye, Kabupaten Dogiyai, Papua. Mungkin kesan pertama yang terlintas di benak Anda saat melihat tempat ini adalah sama sekali tidak terlihat seperti landasan udara, tapi ini memang benar adanya. Tidak ada penampakan pesawat parkir, runway, menara Air Traffic Controller (ATC), atau pemandangan lain yang sewajarnya kita lihat di bandara terkecil sekalipun.
Hanya tampak sebuah lahan berlapiskan rumput yang memanjang kurang lebih 400 meter, beberapa rumah di tepiannya, sebuah lapangan di salah satu ujung landasan, dan sebuah jurang di ujung satunya lagi. Tidak jarang juga lapangan yang berada di salah satu ujung landasan ini dijadikan tempat bermain bagi anak-anak yang tinggal di sekitarnya.
Landasan udara ini tidaklah datar, namun agak sedikit menanjak di salah satu ujungnya. Bertujuan untuk memberikan daya lebih ketika pesawat hendak mengudara (medan menurun), dan dapat membantu pesawat untuk memperlambat kecepatannya ketika mendarat (medan menanjak).
Pemandangan serba hijau khas hutan perawan ditambah dengan deretan pegunungan di Kegata terpampang sejauh mata memandang. Dilansir KabarPenumpang.com dari beberapa sumber, penggunaan pesawat Pilatus PC-6 Turbo Porter dinilai cocok untuk menghadapi medan ekstrem seperti di Kegata ini. Pesawat produksi Pilatus Aircraft, Swiss ini mampu membawa enam penumpang sekaligus.
Terselip beberapa fakta unik lainnya menyusul keberadaan landasan udara Kegata yang bertengger di atas ketinggian 1678 mdpl ini, salah satunya adalah jarak penerbangan komersial terpendek kedua di dunia, setelah maskapai Longanair yang menghubungkan Westray ke Papa Westray di Provinsi Orkney, Skotlandia.
Terdapat sebuah desa bernama Apowo yang terletak sekitar 1,85 km dari Kegata. Karena medan yang memisahkan dua desa tersebut berupa lembah curam dan hutan lebat, maka tidak mungkin untuk menjangkau desa Apowo dengan menggunakan jalur darat. Berdasarkan kutipan dari laman tribunnews.com, seorang pilot bernama Matt Dearden yang mengemudikan Pilatus PC-6 Turbo Porter mengatakan bahwa penerbangan dari Kegata ke Apowo hanyalah memakan waktu sekitar 73 detik!
Baca Juga: N-219 Nurtanio, Digadang Sebagai Jawara Penerbangan Perintis di Papua
Matt juga mengakui bahwasanya pemandangan yang tersaji selama mengudara di antara kedua desa tersebut sangatlah indah. Lebih lanjut, Matt mengatakan landas pacu di Kegata sangatlah licin jika habis diterpa hujan. Bagaimana tidak, landas pacu tersebut hanyalah berupa tanah yang ditumbuhi oleh rumput, bukan aspal seperti di kebanyakan landas pacu. Untuk masalah biaya, penerbangan dari Kegata menuju Apowo dibanderol dengan harga Rp200 ribu hingga Rp500 ribu.
Bagaimana, apakah Anda tertarik untuk melihat salah satu keindahan Bumi Pertiwi melalui udara sekaligus memacu adrenalin dengan naik penerbangan perintis ini?