Perjalanan menuju tempat tujuan menggunakan kereta mempunyai cerita tersendiri dibandingkan alat transportasi lainnya. Suasana dan suara kereta yang khas, ditambah dengan pemandangan yang tersaji di luar menjadi daya tarik tersendiri bagi para penumpang. Namun pernahkah terlintas di benak Anda bahwa kereta yang Anda tumpangi harus melewati sebuah jalur yang ekstrim? Baik itu berupa jembatan yang sangat tinggi atau sebuah daerah tidak berpenghuni?
Baca juga: [Video] Di Jalur Kereta ini, Anda Bisa Rasakan Sensasi Terhempas Ombak
Sebenarnya definsi kata ekstrim dalam lingkup jalur perkereta-apian adalah jalur yang bisa dibilang tidak biasa dijumpai di jalur-jalur biasa. Salah satu jalur ekstrim yang bisa kita jumpai di dalam negeri adalah jalur kereta api yang melewati jembatan Cisomang yang berada di tengah jalur kereta Jakarta-Bandung, tepatnya di daerah Padalarang-Purwakarta. Jembatan ini memiliki panjang 230 meter dengan kedalaman jurang lebih dari 100 meter.
Sedangkan jalur kereta paling ekstrim di dunia jatuh kepada jalur Pilatus yang berada di Swiss. Jalur ini menjadi ekstrim karena tingkat kemiringan yang dilalui oleh kereta ini dengan kemiringan maksimum hingga 48 persen dan kemiringan rata-ratanya adalah 35 persen. Jalur kereta ini membentang sejauh 4,6 km. Kereta yang digunakan untuk jalur ini adalah kereta bergerigi, dimana kereta jenis ini di desain khusus untuk menaklukkan medan-medan terjal seperti perbukitan maupun pegunungan.
Akan ada banyak perasaan yang tercampur ketika menaiki kereta ini, dai mulai takut, was-was hingga takjub ketika melihat pemandangan yang terpampang. Dari atas puncak jalur pendakian, Anda dapat melihat hamparan pegunungan khas Swiss hingga puncak gunung Alpen dapat terlihat dari sini. Adalah Eduard Locher, seorang insinyur yang sudah banyak makan asam garam di dunia kereta api yang kemudian menyarankan untuk membangun jalur dengan kemiringan maksimal hingga 48 persen. Ini bertujuan untuk menekan biaya pengerjaan jalur ini. Pada tahun 1873, awalnya jalur ini dibuat dengan rute sedikit memutar dengan kemiringan maksimum 25 persen, namun karena dinilai tidak ekonomis, maka dari itu saran Eduard Locher lah yang dipilih.
Pada masa itu, sistem konvensional tidak dapat mengatasi masalah kemiringan yang ada pada ide Locher. Namun karena pengalaman Locher, ia lalu mengusulkan untuk menempatkan rak ganda horizontal di antara dua rel bergerigi yang saling bersebrangan. Dengan menggunakan desain ini akan meminimalisir resiko kereta anjlok dan terguling karena hembusan angin gunung yang terkenal kuat. Jalur ini kemudian dibuka pada 4 Juni 1889, namun pada masa itu masih menggunakan mesin tarik sebagai tenaga penggeraknya. Lalu pada 15 Mei 1937, kereta tersebut mulai mengalami perubahan dengan mengganti tenaga penggeraknya, yang semula mesin tarik menjadi energi listrik.
Pemerintah setempat tidak memberikan subsidi terhadap pembangunan jalur tersebut, namun berbanding terbalik dengan kenyataan, Locher malah membangun perusahaannya sendiri yang bernama “Locher System” untuk memfasilitasi pembangunan jalur ekstrim tersebut. Jalur ini sepenuhnya di bangun dengan modal swasta. Karena pembangunan yang bisa dibilang tidak mudah itulah, pada tahun 2001 sebuah organisasi non-profit bernama American Society of Mechanical Engineers menghadiahi julukan baru terhadap jalur Pilatus ini, yaitu Historic Mechanical Engineering Landmark.
Baca juga: Suhu Panas Ekstrem Melanda Swiss, Lintasan Kereta Api Terpaksa di Cat Putih
Kereta ini tidaklah sama dengan kereta rel bergerigi lainnya. Tidak ada banyak gerbong yang ditarik oleh kereta ini, hanya ada 1. Jalur yang digunakan pun masih jalur original dan masih layak digunakan walaupun umurnya sudah lebih dari 100 tahun. Apabila Anda penasaran untuk menaiki kereta yang melaju maksimal dengan kecepatan 12 km/jam ini, Anda disarankan untuk datang pada bulan Mei dan November, karena pada bulan-bulan inilah kereta beroperasi dan relnya tidak tertutup salju.