Kehadiran moda transportasi yang melayani hingga 24 jam memang membawa dampak positif bagi para pengguna jasanya. Namun, bukan berarti kehadiran layanan tersebut tidak membawa dampak negatif. Sebut saja kereta, dan pesawat, kedua moda ini sama-sama memiliki tingkat pencemaran polusi suara yang tinggi. Ambil contoh di Bandung, lokasi dari Lanud Husein Sastranegara yang berdekatan dengan pemukiman penduduk membuat waktu istirahat mereka terganggu dengan intensitas pesawat yang hendak landing atau take-off terbilang cukup tinggi, terutama pada malam hari.
Hal serupa juga terjadi di dataran Britania Raya, dimana London Underground bersikukuh untuk tetap mengadakan layanan Night Tube, yaitu kereta yang beroperasi selama 24 jam sehari. Walaupun hanya beroperasi pada akhir pekan, namun para warga yang tinggal berdekatan dengan jalur Victoria – Jubilee dan daerah pusat, Utara hingga jalur Piccadilly tetap khawatir waktu istirahatnya akan terganggu.
Berdasarkan data yang dilansir dari laman railway-technology.com 24 April 2017 silam, Ian Kitson, seorang penduduk yang bermukim di dekat jalur Jubilee mengatakan terpaksa pindah karena suara bising yang dihasilkan mengganggu waktu istirahatnya. “Malam pertama kami pindah, kami telah mencoba untuk bertahan. Kita harus mengutamakan kesehatan kita. Kami berharap hal ini bisa segera teratasi,” tuturnya kepada railway-technology.com. “Ini akan mempengaruhi hidup Anda, pola tidur, dan tentu saja kesehatan Anda. Bahkan tidak ada satu orangpun yang ingin mendengarkan suara berkekuatan 40-45 desibel setiap 15 menit sekali,” tambahnya.
Tanggapan serupa datang dari Luce Jacovella, seorang yang tinggal di Euston. Ia merasa terganggu dengan adanya layanan 24 jam dari jalur Victoria dan Northern. “Saya sudah menghabiskan Sembilan tahun tinggal di sini, pada awalnya, semua berjalan baik-saja, namun semuanya berubah setelah malam itu (13 Agustus 2016), tepat satu minggu sebelum acara peresmian kereta 24 jam ini,” ungkapnya kepada railway-technology.com. Bahkan, kekuatan suara yang didengar oleh Jacovella lebih parah dari Kitson, yaitu berkisar antara 52 desibel. “Kesehatan saya semakin memburuk, bahkan dokter pribadi saya menyarankan untuk pindah,” tuturnya.
Kejadian yang dialami oleh kedua orang di atas tentu saja mengundang respon dari The World Health Organization (WHO). Organisasi kesehatan dunia tersebut merekomendasikan batas suara maksimal yang masuk ke telinga manusia adalah 40 desibel.
Tanggapan berbeda dilontarkan oleh juru bicara dari London Underground, ia mengatakan pihaknya telah menyelesaikan sebuah program persiapan besar-besaran untuk memperbaiki masalah potensial yang diperkirakan akan timbul. “Kami yakin warga tidak akan terganggu,” pungkasnya. Klarifikasi tersebut tercetus setelah pada bulan Februari 2016 silam, sebuah laporan dari Transport for London (TFL) mengungkapkan bahwa peningkatan layanan kereta malam dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup warga yang disebabkan oleh pola tidur yang terganggu.
Pembelaan juga datang dari Direktur Operasional London Underground, Brian Woodhead. Ia mengatakan pihaknya menyadari betapa pentingnya meminimalisir kebisingan, terutama bagi warga yang tinggal di sekitaran rel kereta. “Kami melakukan yang terbaik untuk menguranginya,” papar Brian. Tidak bisa dipungkiri, sebagian besar cakupan Night Tube berfokus pada keuntungan yang diperoleh dari orang-orang yang tinggal di daerah pesisir. Dengan adanya layanan kereta ini, orang-orang tersebut dapat lebih lama bersantai di tengah kota tanpa harus kebingungan memikirkan caranya untuk pulang.