Naik di atas atap kereta menjadi sebuah cerita panjang di Indonesia. Padahal duduk di atap kereta sengat membahayakan keselamatan, risikonya fatal, pasalnya maut dengan mudah melepas nyawa dari raga bila berbuat kesalahan sedikit. Di Indonesia, para penumpang nekad ini disebut sebagai atapers, artinya penumpang yang naik kereta api atau kereta listrik dan berada di atap gerbongnya. Istilah ini sendiri sebenarnya hadir dan populer pada era 90-an hingga 2000-an ketika KRL (Kereta Rel Listrik) saat ini masih berstatus kereta ekonomi yang di kelola Divisi Angkutan Perkotaan Jabodetabek.
Munculnya istilah atapers karena penumpang ingin naik kereta tanpa tiket alias gratis, tidak ada moda transportasi lain dan KRL penuh pada jam berangkat-pulang kerja, sekolah ataupun kuliah. Tidak sulit untuk melihat aksi nekad atapers, umumnya pada pagi dan sore hari, KRL Jabodetabek lumrah dipadati atapers. Panasnya kondisi di dalam gerbong, dan desak berdesakannnya penumpang pada jam sibuk menjadi motif dari aksi atapers.

Perilaku atapers ini sontak menuai kecaman dan menimbulkan bahaya yang besar bagi para atapers seperti jatuh dan tersetrum aliran listrik atas. Di tahap-tahap awal, PT Kereta Api Indonesia telah memasang bola-bola beton dengan berat 3 kg, alat sapu-sapu atap, alat penyemprot cat hingga anjing pelacak. Bahkan PT KAI sampai sempat mendatangkan Ustad untuk menasehati atapers. Namun masih saja banyak atapers yang naik di atap gerbong dan melempari alat-alat yang dipasang sehingga tidak berfungsi. Dikutip KabarPenumpang.com dari buku “The Untold Story of E-Ticketing – Kisah Di Balik Modernisasi KRL Jabodetabek,” disebutkan para atapers justru takut setelah pihak kemananan stasiun melibatkan pasukan Marinir dan Brimob sebagai tenaga bantuan pengamanan.
Pada 28 Februari 2013, atapers sempat bentrok dengan Polisi dan petugas kereta hingga dari pihak petugas ada yang terluka. Sebenarnya, alasan yang mendasari bentrok adalah saat PT KCJ yang dibentuk KAI untuk mengoperasikan KRL membuat peraturan yang menegaskan jika masih ada penumpang yang naik di atap gerbong kereta, termasuk bergelantungan di pintu, lokomotif, masuk kabin masinis dan mengganjal pintu otomatis kereta, maka kereta tidak akan dijalankan.
Beruntungnya setelah kejadian bentrok tersebut, tidak ada lagi atapers di KRL Jabodetabek maupun KRD (Kereta Rel Diesel), kereta jarak jauh dan lokal. Dengan adanya atapers membuat nama transportasi Indonesia menjadi tak baik di mata dunia. Kemudian, 25 Juli 2013, PT Kereta Commuter Jabodetabek resmi menghapus seluruh KRL ekonomi non AC dan menggantikan dengan kereta listrik yang saat ini di sebut CommuterLine. Trend atapers juga langsung memudar setelah PT KAI dan PT KCJ menetapkan sterilisasi pada stasiun, sterilisasi menjadi bagian dari implementasi e-ticketing PT KAI yang telah menuai sukses.
Ternyata, tak hanya Indonesia yang memiliki atapers. India dan Bangladesh, dua negara yang berada di Asia Selatan ini memiliki atapers setia. Namun, setelah adanya kereta buatan PT Industri Kereta Api (Persero) (INKA) diharapkan tidak ada lagi atapers di kereta Bangladesh. Sayangnya saat diikutip dari detik.com, ada permintaan agar konstruksi kereta tahan untuk dinaiki para atapers dan permintaan ini sesuai dokumen tender. Bangladesh sebenarnya lebih mengutamakan kekokohan karena penumpang bisa naik dimana saja.
Hingga kini, India pun masih punya atapers setia, baik perjalanan kereta dalam kota maupun luar kotanya. Selain itu, beberapa negara Afrika Selatan juga memiliki atapers yang memenuhi kereta dengan paenumpangnya.